WahanaNews.co | Melalui situs Change.org, sejarawan JJ Rizal membuat petisi agar Jakarta International Stadium (JIS) berganti nama jadi Stadion MH Thamrin.
Dalih JJ Rizal, nama JIS melanggar UU Nomor 24 Tahun 2009, karena menggunakan bahasa Inggris.
Baca Juga:
Erick Thohir Siapkan 8 Stadion Untuk Piala Dunia U-17 2023, Diantaranya JIS
Ia kemudian mengusulkan nama MH Thamrin, karena dianggap lebih mampu memacu semangat persepakbolaan nasional.
Lantas, siapa sebenarnya MH Thamrin itu?
Dilansir dari buku Muhammad Husni Thamrin oleh Anhar Gonggong, MH Thamrin merupakan pahlawan nasional berdarah Betawi.
Baca Juga:
Usai Menonton Konser Dewa 19, Penonton Mengeluh hingga Trauma dengan JIS
Ia lahir pada hari Jumat, 16 Februari 1894.
MH Thamrin berasal dari keluarga terpandang.
Ayahnya, Tabri Thamrin, adalah seorang wedana yang oleh masyarakat kala itu dianggap sebagai jabatan yang cukup tinggi.
Meski demikian, MH Thamrin berteman dekat dengan anak-anak dari kalangan biasa.
Teman-teman MH Thamrin tidak berasal dari ambtenaar sebagaimana asalnya sendiri, bukan pula anak-anak pedangang besar atau semacamnya, melainkan anak-anak penjual nasi, anak-anak tukang gerobak, atau anak-anak penjual bungan untuk keperluan ziarah ke kuburan dan semacamnya.
Pada usia enam tahun, MH Thamrin menempuh pendidikan di Mangga Besar.
Ketika akan diantar untuk masuk ke sekolah untuk pertama kalinya, ia masih harus dicari.
Di pagi hari, MH Thamrin masih sempat pergi ke Sungai Ciliwung untuk mandi bersama teman-temannya.
Ia merasa segan karena teman-temannya yang lain tidak bisa menempuh pendidikan sebagaimana yang dijalaninya.
Selang dua tahun, MH Thamrin kemudian dipindahkan ke Bijbelschool (Sekolah Injil) di Pintu Besi.
Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikan ke Koning Willem III.
Kala itu, sekolah tersebut setingkat dengan Hogere Burgerschool (HBS).
Akan tetapi, ia tidak menyelesaikan pendidikannya karena ingin cepat terjun ke masyarakat.
Ayah MH Thamrin sangat menginginkan anaknya menjadi ambtenaar.
Ia behasil memasukkan MH Thamrin menjadi magang atau calon magang di kantor Kepatihan Betawi dan kantor Karesidenan Betawi.
Akan tetapi, MH Thamrin agaknya tidak kerasan di kedua tempat tersebut.
MH Thamrin kemudian pindah ke perusahaan perkapalan milik Belanda, Koninklijke Paketvaart-Maatschappij (KPM).
Di tempat itulah ia bertemu van der Zee, salah seorang tokoh politik yang sosialistis dan merupakan salah seorang anggota Gemeenteraad (Dewan Kota) Kota Betawi.
Perkenalan dengan van der Zee memungkinkan MH Thamrin untuk mewujudkan ide-ide perbaikan Kota Betawi, salah satunya yakni pelaksanaan proyek penanggulangan air kali Ciliwung.
Ia juga berhasil diangkat sebagai anggota Gemeenteraad dan menjadi seorang pemimpin terkemuka dalam mendapatkan kebali kemerdekaan Indonesia.
Sejak pengangkatannya, MH Thamrin semakin giat untuk menciptakan kekuatan-kekuatan nasionalis di dalam satu wadah.
Oleh karena itu, ia berhasil mendirikan fraksi khusus, yakni fraksi nasional.
Pada 1927, MH Thamrin ditunjuk sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat).
Di masa awal jabatannya, MH Thamrin membantu mosi Kusumo Utoyo untu memprotes penggeledahan terhadap tokoh-tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI).
Pada 1938, Thamrin aktif sebagai salah seorang pemimpin utama (Partai Indonesia Raya) Parindra.
Partai tersebut memiliki tujuan untuk mempersatukan semua golongan masyarakat yang ada di Hindia Belanda dengan landasan nasionalisme.
Pada tahun 1939, MH Thamrin menjadi pelopor pembentukan organisasi federatif yang diberi nama Gabungan Politik Indonesia (GAPI) untuk menyatukan semua organisasi politik dalam satu wadah yang kuat.
Salah satu peran penting GAPI adalah menyelenggarakan Kongres Rakyat Indonesia (KRI).
Kongres tersebut menghasilkan keputusan penetapan bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan bangsa Indonesia.
Karena perannya sebagai tokoh pemimpin yang berpengaruh, MH Thamrin dianggap berbahaya oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Pada 6 Januari 1941, ia dicurigai bekerja sama dengan Jepang dan akhirnya ditetapkan menjadi tahanan rumah.
Lima hari berselang, MH Thamrin wafat di rumahnya, Jalan Sawah Besar Nomor 32, karena sakit. [gun]