WahanaNews.co | Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) mengatakan, tidak ada cuaca ekstrem saat jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak di perairan Kepulauan Seribu.
"Tampak berawan, tetapi tidak ada
indikasi kondisi ekstrem," kata Kepala Lapan, Thomas
Djamaluddin, kepada wartawan, Selasa (12/1/2021).
Baca Juga:
Sriwijaya Air Beberkan Alasan 27 Ahli Waris Belum Dapat Ganti Rugi
Berdasarkan pantuan Sadewa (Satellite-based Disaster Early Warning
System) Lapan, tidak ada kondisi awan atau hujan ekstrem di titik kejadian.
Perkiraan kondisi atmosfer dari
aplikasi Sadewa Lapan menggunakan Satelit Himawari-89 (awan tumbuh) dan model
WRF (angin dan hujan) menunjukkan di sekitar titik kejadian tidak ada kondisi
atmosfer ekstrem.
Thomas mengatakan, meskipun ada proses pembentukan sistem konveksi di sekitar titik
kejadian, tetapi tidak ada indikasi kondisi ekstrem.
Baca Juga:
KNKT Beberkan Misteri Sriwijaya Air Jatuh di Kepulauan Seribu
"Dinamika atmosfer ini
mempengaruhi pesawat yang melintas, tetapi belum tentu menjadi penyebab
jatuhnya pesawat," ujarnya.
Analisis dinamika atmosfer menunjukkan, sistem konveksi skala meso telah terbentuk di atas Lampung dan
Laut Jawa di sekitarnya sejak pukul 11.00 WIB pada 9 Januari 2021.
Sistem itu kemudian pecah dan
berpropagasi ke selatan, yang berasosiasi dengan pertumbuhan sistem konveksi
skala meso lain di atas Jawa bagian barat selama rentang waktu 13.00 - 15.00 WIB.
Pada 9 Januari 2021, pukul 14.40 WIB, pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak mengalami hilang kontak di sekitar
Pulau Lancang, Kepulauan Seribu.
Pesawat Sriwijaya Air itu membawa 50
penumpang dan 12 awak kabin. [dhn]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.