WAHANANEWS.CO, JAKARTA - Pengamat Militer Selamat Ginting menilai Letnan Kolonel (Letkol) Teddy Indra Wijaya belum layak menjadi ajudan Presiden RI.
Ginting menyebut, pangkat Letkol sekalipun harusnya sekadar menjadi asisten ajudan Presiden.
Baca Juga:
Soal Polemik Seskab Teddy, Kasad Maruli: Itu Kewenangan Panglima TNI dan Saya
“Karena ajudan Presiden pangkatnya Kolonel. Sementara asisten ajudan itu hanya Mayor, Letkol. Jadi belum memenuhi syarat,” ujar Ginting dikutip dari rmol.id, Kamis (13/3/2025).
Oleh sebab itu, Ginting menilai jika perlakuan istimewa terhadap Letkol Teddy harusnya segera disikapi TNI Angkatan Darat.
Markas Besar TNI AD, lanjut Ginting, harus buka suara dan tidak boleh mendiamkan perlakuan istimewa yang diterima Letkol Teddy Indra Wijaya di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto ini. Sebab, hal itu akan berdampak buruk pada citra institusi TNI.
Baca Juga:
Sempat Diminta Pendapat Istana Soal Seskab Teddy, TB Hasanuddin: Sebaiknya Ditempatkan di Sekmil
“Mabes TNI dan Mabes AD harusnya terbuka, jujur, karena ini membuat keresahan di kalangan prajurit. Berapa banyak saya mendapatkan pesan WA dari Perwira Tinggi bintang 4 3, 2, 1, dan Kolonel serta lulusan Akmil lainnya resah dengan kasus Teddy ini,” paparnya.
“TNI apa enggak malu gitu dengan kasus seperti ini. Dunia juga menertawakan kasus Teddy ini Bung!” imbuhnya menegaskan.
Atas dasar itu, Ginting mengaku tidak heran dengan cara kerja Letkol Teddy yang kini juga menjabat Sekretaris Kabinet (Seskab) merangkap ajudan Prabowo tersebut.
Pasalnya, dengan pangkat Letkol harusnya seorang prajurit TNI masih memimpin batalyon dalam lingkup yang masih kecil.
“Jangankan komandan batalyon, Teddy sebelum ini diberikan jabatan Wakil Komandan Batalyon Infanteri 328 Pararaider Kostrad tapi tidak pernah ditempati sejak Februari 2024 sampai sekarang," kata Ginting.
Sementara itu, Ginting juga turut menyoroti perilaku Teddy saat mengawal Presiden Prabowo.
“Makanya saya nggak kaget tugas dia (Teddy) hanya nyolek-nyolek orang untuk supaya tidak melewati Presiden “minggir Presiden mau lewat”, “jangan ngobrol” dan segala macem," kata Ginting.
"Nah itu kan urusan-urusan seperti itu. Masak diberikan posisi strategis itu. Ini menandakan kita turun! Jadi ini main-main, TNI kita kembali ke era zaman Jenderal Naga Bonar. Ini memalukan Bung!” imbuhnya menegaskan.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]