WahanaNews.co |
Aparat penegak hukum mesti membuka mata atas temuan 82 penyimpangan APBD dan Dana
Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan Papua Barat dari Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK).
Tanpa penindakan dan efek
jera, dana triliunan bagi penduduk di Bumi Cendrawasih akan terus menguap.
Baca Juga:
Aktivis HAM Esra Mandosir Meninggal Dunia, LP3BH Manokwari Sebut Kematiannya Diduga Tidak Wajar
"Aparat penegak hukum
harus menindaklanjuti temuan-temuan PPATK yang berindikasi korupsi secara
cepat, tegas, transparan dan komprehensif. Tindakan penegak hukum yang kredibel
dan berintegritas itu penting untuk menghindari politisasi pihak-pihak yang
tidak bertanggungjawab dengan menciptakan gangguan-gangguan keamanan di
Papua," papar Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Luqman Hakim, kepada wartawan,
Jumat (25/6/2021).
Menurut dia, sangat penting
penegakan hukum terhadap korupsi besar di Papua dan dibarengi dengan penjelasan
mengenai tujuannya kepada rakyat.
Pemahaman yang utuh terhadap
pemberantasan korupsi APBD dan Dana Otsus dapat menimbulkan dukungan dari
rakyat Papua.
Baca Juga:
Langkah Pengamanan Menjelang Pilkada Serentak, Asistensi Operasi Damai Cartenz di Intan Jaya
"Apa saja kerugian
rakyat Papua akibat praktik-praktik korupsi yang terjadi perlu dijelaskan
dengan gamblang, agar pemberantasan korupsi di Papua mendapatkan dukungan penuh
dari rakyat," tegasnya.
Sekretaris Gerakan Sosial dan
Kebencanaan DPP PKB ini juga mengatakan, niat pemerintah membangun sangat sulit
terwujud tanpa penegakan hukum terhadap setiap penyimpangan dari kedua sumber
dana itu.
Pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota di bumi Papua harus bersungguh-sungguh mendayagunakan
APBD dan Dana Otsus untuk menciptakan kemakmuran dan keadilan.
"Pesta pora korupsi Dana
Otsus Papua yang dilakukan oknum-oknum dalam pemerintahan daerah harus segera
dibuat jera. Dana Otsus Papua adalah wujud komitmen NKRI untuk menciptakan
keadilan dan kemakmuran di bumi Papua. Jika praktik korupsi tidak segera
dihentikan, yang paling dirugikan adalah rakyat Papua yang tidak akan beranjak
dari kemiskinan dan keterbelakangan," pungkasnya.
Pada kesempatan terpisah,
Kepala PPATK, Dian Ediana Rae, menjelaskan, PPATK memberikan perhatian khusus
kepada Papua dan Papua Barat, karena berdasarkan pendekatan berbasis resiko
atau risk base approach.
Parameternya berupa indikator
keamanan, situasi politik dan masalah ekonomi yang rendah.
"Nah, dalam kesempatan
ini, dua hal yang sangat menonjol terkait dengan Papua itu. Pertama, situasi
keamanannya yang nampaknya masih tetap rawan, dan yang kedua terkait masalah
indikator ekonomi yang menurut kita agak mengkhawatirkan kalau dilihat,"
jelasnya.
APBD Papua secara keseluruhan
itu cukup besar.
Rata-rata itu ada di atas Rp 14
triliun, dan Dana Otonomi Khusus (Otsus) juga di atas Rp 8 triliun.
Sementara, kata Dian,
statistik kemiskinan di Papua dan Papua Barat, jauh di atas rata-rata nasional
yang hanya 9,41%, dengan Papua sekitar 27,5% dan Papua Barat sekitar 22,17%.
"Hasil analisis yang
kami lakukan dan hasil pemeriksaan yang kami lakukan memang mengindikasikan
cukup maraknya yang kita duga dengan kegiatan-kegiatan berbau korupsi. Kita
tentu saja istilah PPATK yang biasa digunakan sebagai transaksi keuangan
mencurigakan," paparnya.
Secara total PPATK telah
menyampaikan temuan itu ke aparat penegak hukum mulai KPK, Kejaksaan, dan
Kepolisian, dengan 82 hasil analisis.
"Ini melibatkan 52 orang
oknum yang terkait dengan penelitian dan analisis kita itu. Ada beberapa
kelompok yang terlibat (klasifikasi 52 orang) terkait pejabat politik daerah,
pejabat birokrasi daerah, vendor, rekanan pemerintah daerah, ada juga yayasan,
organisasi masyarakat dan individu," pungkasnya. [qnt]