WahanaNews.co | Menteri Keuangan periode 2013-2014,
Muhammad Chatib Basri, meminta pemerintah berhenti mensubsidi energi
berbasis fosil alias fossil fuel.
Momentum
saat ini dinilainya tepat, karena harga minyak dunia, salah satu energi fosil,
sedang dalam posisi yang rendah.
Baca Juga:
Banjir Landa Kota Binjai, Sejumlah TPS Ditunda Untuk Melakukan Pemungutan Suara
"(Permintaan) enggak hanya
untuk Indonesia, tapi untuk banyak negara Asia dan dunia," kata Chatib,
dalam diskusi Katadata secara virtual pada Senin (9/11/2020).
Pandangan ini diungkapkan Chatib
dalam tulisannya berjudul Spend Fossil
Fuel Subsidies on Pandemic Relief and the Poor pada 19 Mei 2020 lalu
bersama Rema N. Hanna dan Bejamin A. Olke.
"Pemerintah harus
membiarkan harga minyak bergerak secara bebas," kata dia dalam tulisan
ini.
Baca Juga:
Aktivis Alumni Mahasiswa Jakarta Raya Dukung Al Haris - Sani di Pilgub Jambi 2024
Saat ini, Indonesia,
misalnya, memang masih mensubsidi energi fosil setiap tahunnya. Untuk 2021,
subsidi jenis BBM tertentu seperti solar dan LPG 3 kg mencapai Rp 54,5 triliun,
naik dari tahun 2020 yang sebesar Rp 41,1 triliun.
Subsidi juga diberikan untuk
listrik, yang sebagian pembangkitnya berasal dari energi fosil seperti Batu
Bara.
Tahun 2021, subsidi listrik
mencapai Rp 53,6 triliun, sedikit turun dari 2020 yang sebesar Rp 54,5 triliun.
Di sisi lain, harga minyak dunia
dalam beberapa bulan terakhir masih berada di posisi yang rendah.
Bahkan,
pada April 2020, misalnya, harga minyak mentah berjangka AS anjlok di
bawah US$ 0 untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Menurut Chatib,
semakin pemerintah mensubsidi energi berbahan dasar fosil, maka semakin
ketergantungan masyarakat untuk mengkonsumsinya. Sehingga, subsidi ini bisa
dilepas di momen sekarang ini, dan dialihkan ke sektor lain.
Mulai untuk penanganan kesehatan di masa Covid-19 sampai pengembangan
energi terbarukan. Bisnis yang masih menggunakan energi fosil bisa dikenai
pajak. Sebaliknya yang mengembangkan energi bersih bisa diberikan stimulus
pajak.
Permintaan ini juga disampaikan Chatib setelah melihat adanya perubahan
pola investasi olah donatur global. Mereka mulai mempertimbangkan isu
lingkungan dalam pembiayaan mereka.
"Mereka menghindari sektor atau proyek yang mengganggu
lingkungan," kata Chatib, usai bertemu banyak investor dalam pertemuan
World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, Januari 2020. [qnt]