WAHANANEWS.CO, Jakarta - MARTABAT Prabowo Gibran mengapresiasi langkah pemerintah yang melarang praktik pembuangan sampah secara open dumping serta menghapus skema tipping fee dalam pengelolaan sampah.
Keputusan tersebut dinilai sebagai terobosan penting dalam reformasi sistem pengelolaan sampah nasional.
Baca Juga:
Jadi Target Investasi 270 Triliun Tervaforit di Tahun 2025, MARTABAT Prabowo-Gibran Desak Pemerintah Percepat Infrastruktur Kawasan Metropolitan Rebana
“Kami menyambut baik kebijakan ini karena merupakan langkah maju dalam menata sistem persampahan yang lebih efektif, efisien, dan berorientasi pada keberlanjutan lingkungan,” ujar Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo Gibran, KRT Tohom Purba, Jumat (7/3/2025).
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), telah mengumumkan bahwa mulai Senin (10/3/2025), praktik open dumping akan dihentikan.
Selain itu, pemerintah juga akan menyusun Peraturan Presiden (Perpres) baru yang menggantikan tiga regulasi sebelumnya terkait pengelolaan sampah.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Tekad Pemprov Bali Jadi Destinasi Wisata Bebas Sampah Dunia
Menurut Tohom, langkah ini sangat penting mengingat kompleksitas pengelolaan sampah di Indonesia yang selama ini dihambat oleh tumpang tindih regulasi.
“Selama ini, pengelolaan sampah diatur oleh banyak peraturan berbeda yang sering kali menyebabkan kebingungan dan ketidakefisienan di lapangan. Dengan adanya Perpres baru, diharapkan regulasi menjadi lebih sederhana dan implementasinya lebih tegas,” beber Tohom.
Selain itu, penghapusan skema tipping fee juga menjadi sorotan. Sebelumnya, tipping fee kerap menjadi beban biaya yang memberatkan, baik bagi pemerintah daerah maupun sektor swasta yang bergerak di bidang pengelolaan sampah.
“Langkah ini harus diikuti dengan pengelolaan tarif yang lebih transparan dan adil, sehingga tidak ada celah bagi penyalahgunaan anggaran dan korupsi,” imbuhnya.
Tohom yang juga Ketua Umum Forum Wartawan Media Konsumen Indonesia (FORWAMKI), menegaskan bahwa keberlanjutan kebijakan ini memerlukan pengawasan ketat.
“Pemerintah harus memastikan bahwa implementasi kebijakan ini tidak hanya sebatas regulasi di atas kertas, tetapi benar-benar diterapkan dengan baik di lapangan. Masyarakat juga perlu dilibatkan dalam pengawasan agar reformasi ini berjalan efektif,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Tohom mendorong pemerintah untuk meningkatkan kapasitas infrastruktur pengelolaan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan.
“Jika ingin sukses, kebijakan ini harus dibarengi dengan investasi yang lebih besar dalam teknologi pengolahan sampah. Kita tidak bisa hanya melarang tanpa menyediakan solusi yang konkret,” ujarnya.
Dengan adanya kebijakan ini, Tohom berharap Indonesia dapat mencapai target pengelolaan sampah yang lebih baik dalam lima tahun ke depan.
“Ini adalah momentum besar bagi kita untuk mengubah wajah pengelolaan sampah di Indonesia. Jika semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta, bersinergi, saya yakin kita bisa mencapai kemajuan signifikan,” pungkasnya.
Open dumping adalah metode pembuangan sampah dengan cara menumpuknya secara langsung di lahan terbuka tanpa melalui proses pengolahan yang memadai.
Skema ini menyebabkan berbagai masalah lingkungan, seperti pencemaran tanah, air, dan udara, serta meningkatkan risiko kesehatan masyarakat akibat gas metana dari pembusukan sampah.
Sementara itu, tipping fee adalah biaya yang dibebankan kepada pengelola sampah (baik pemerintah daerah maupun swasta) saat membuang sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) atau fasilitas pengolahan sampah lainnya.
Sistem tipping fee bertujuan untuk membiayai operasional pengolahan sampah, tetapi dalam praktiknya sering menjadi beban anggaran bagi pemerintah daerah dan dapat menimbulkan potensi penyalahgunaan atau ketidakefisienan dalam pengelolaan sampah.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]