WAHANANEWS.CO, Jakarta - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo–Gibran merespons positif langkah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang menerbitkan Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pengendalian Sampah Perayaan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.
MARTABAT menilai kebijakan tersebut bukan sekadar respons musiman, melainkan peluang strategis untuk membangun model kolaborasi nasional yang berkelanjutan dalam pengelolaan sampah, khususnya di tengah tingginya mobilitas masyarakat saat libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi PLN Tingkatkan Jumlah SPKLU Tiga Kali Lipat dan Layanan Hotline Mobile Jelang Nataru 2025
MARTABAT memandang potensi lonjakan timbulan sampah hingga sekitar 59 ribu ton selama periode Nataru sebagai tantangan bersama yang harus dijawab melalui sinergi lintas sektor.
Imbauan kepada pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat dinilai sejalan dengan semangat gotong royong dan kepemimpinan kolaboratif yang menjadi fondasi pembangunan berkelanjutan ke depan.
Ketua Umum Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo–Gibran, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa pengendalian sampah Nataru harus ditempatkan sebagai agenda strategis nasional, bukan hanya rutinitas administratif tahunan.
Baca Juga:
Apel dan Doa Bersama, PLN Depok Pastikan Listrik Aman Selama Natal dan Tahun Baru
Menurutnya, proyeksi pergerakan 119,5 juta jiwa selama masa libur menjadi indikator penting bahwa pengelolaan sampah perlu dirancang secara sistemik, berbasis data, dan berorientasi jangka panjang.
“Momentum Nataru ini seharusnya menjadi laboratorium kebijakan untuk menguji efektivitas kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, dan masyarakat,” ujar Tohom, Sabtu (20/12/2025).
Tohom menilai, dorongan KLH agar tersedia fasilitas penampungan sampah terpilah, stasiun khusus sampah makanan dan plastik, hingga pembentukan satuan tugas di lapangan merupakan langkah maju.
Namun, ia mengingatkan bahwa kunci keberhasilan terletak pada konsistensi pelaksanaan dan pengawasan.
“Tanpa disiplin implementasi dan edukasi publik yang masif, kebijakan berisiko berhenti di atas kertas. Padahal, ini peluang membangun budaya baru: merayakan hari besar tanpa meninggalkan beban ekologis,” katanya.
Lebih lanjut, Tohom menyebutkan pentingnya peran pemerintah daerah sebagai ujung tombak. Ia mendorong kepala daerah untuk tidak sekadar menjalankan imbauan, tetapi menjadikannya sebagai inovasi layanan publik.
“Pengendalian sampah Nataru bisa menjadi tolok ukur kualitas tata kelola daerah. Daerah yang mampu mengelola lonjakan sampah dengan baik menunjukkan kapasitas kepemimpinan dan kesiapan menuju pembangunan berkelanjutan,” ungkapnya.
Di bagian lain, Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini mengatakan bahwa persoalan sampah saat Nataru tidak bisa dilepaskan dari dinamika kawasan aglomerasi, terutama di wilayah tujuan wisata dan jalur pergerakan utama.
Menurutnya, koordinasi lintas wilayah dalam satu kawasan aglomerasi menjadi krusial agar tidak terjadi penumpukan masalah di satu titik saja.
“Pendekatan aglomerasi memungkinkan pengelolaan sampah dilakukan secara terintegrasi, efisien, dan adil antarwilayah. Ini sejalan dengan visi pembangunan nasional yang berorientasi kolaborasi dan keberlanjutan,” tegasnya.
MARTABAT Prabowo–Gibran berharap, kebijakan pengendalian sampah selama Nataru dapat menjadi praktik baik (best practice) yang direplikasi pada momentum besar lainnya.
Dengan demikian, Indonesia tidak hanya berhasil menekan lonjakan sampah musiman, tetapi juga melangkah lebih jauh menuju sistem pengelolaan sampah nasional yang modern, partisipatif, dan berkelanjutan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]