WahanaNews.co | Amnesty Internasional Indonesia menyarankan agar pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi menunda pelaksanaan pemekaran wilayah daerah otonom baru (DOB) di Papua dan Papua Barat.
Direktur Amnesty Indonesia, Usman Hamid, mengatakan, penundaan tersebut untuk mencegah terjadinya aksi dan demonstrasi anarkistis.
Baca Juga:
Aktivis HAM Esra Mandosir Meninggal Dunia, LP3BH Manokwari Sebut Kematiannya Diduga Tidak Wajar
Sebab, masih ada penolakan di Bumi Cenderawasih atas pembagian wilayah baru di provinsi paling timur Indonesia tersebut.
“Situasi demonstrasi berhubungan dengan protes warga Papua atas rencana pemekaran di wilayah Papua (dan Papua Barat) bisa diredam jika pemerintah memutuskan untuk menunda pemekaran wilayah,” ujar Usman dalam siaran pers yang diterima media di Jakarta, Rabu (16/3/2022).
Ia mengatakan, pemerintah punya alasan objektif untuk menunda pemekaran tersebut.
Baca Juga:
Langkah Pengamanan Menjelang Pilkada Serentak, Asistensi Operasi Damai Cartenz di Intan Jaya
Karena Undang-undang (UU) Otonomi Khusus (Otsus) Papua Jilid II 2021 saat ini, sedang dalam proses gugatan pengujian materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
UU Otsus Papua, menebalkan klausul untuk memecah Papua dan Papua Barat menjadi lima bagian, dengan membentuk tiga provinsi baru.
Yakni Papua Selatan, Papua Barat Daya, dan Papua Tengah.
Namun pemecahan Bumi Cenderawasih menjadi lima provinsi tersebut, juga mendapat penolakan politik dari Majelis Rakyat Papua (MRP).
Gugatan uji materi UU Otsus Papua yang dimotori MRP itu, sampai saat ini belum diputus MK.
Sebab itu, kata Usman, alasan hukum tersebut dapat menjadi landasan objektif bagi pemerintah untuk menunda pelaksanaan pemekaran di Papua dan Papua Barat, yang mendapat penolakan masif oleh orang-orang asli Papua (OAP).
“Pemerintah seharusnya bijaksana menunda seluruh pelaksanaan UU Otsus Papua, sampai MK menjatuhkan putusan terkait uji materi,” kata Usman. [gun]