WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ekonomi sirkular kini menjadi salah satu fondasi penting dalam upaya mewujudkan transformasi menuju industri hijau.
Sejumlah perusahaan di Indonesia telah menerapkan konsep ini, mulai dari mengolah limbah plastik menjadi kemasan baru, mendaur ulang scrap metal menjadi baja berkualitas, hingga memanfaatkan limbah biomassa sebagai sumber energi alternatif.
Baca Juga:
Tilik Prinsip Keberlanjutan, Balai Kemenperin Audit Surveilans Industri Pangan
“Dengan ekonomi sirkular, kita tidak hanya menekan emisi dan mengurangi limbah, tetapi juga menciptakan nilai tambah ekonomi, mengurangi ketergantungan impor, dan membuka lapangan kerja hijau (green jobs),” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam siaran pers, Kamis (21/8/2025).
Sebagai langkah akselerasi, Kementerian Perindustrian meluncurkan Green Industry Service Company (GISCO), sebuah platform layanan terpadu yang menghadirkan pendampingan teknis, asesmen efisiensi sumber daya, perhitungan jejak emisi, penyusunan rencana transisi hijau, hingga fasilitasi pembiayaan hijau.
“GISCO akan menjadi jembatan kolaborasi antara industri, penyedia teknologi hijau, lembaga pembiayaan, dan pasar karbon. Dengan demikian, GISCO bukan hanya pusat layanan, tetapi juga motor penggerak ekosistem industri hijau nasional yang terhubung dengan standar internasional,” tegas Menperin.
Baca Juga:
Kemenperin: AIGIS 2025 Wujud Kolaborasi Menuju Transformasi Industri Hijau
Sementara itu, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Andi Rizaldi menjelaskan bahwa AIGIS 2025 mengusung tema Driving Industrial Decarbonization through Green Industry Ecosystem.
Melalui forum ini, diharapkan tercipta kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat pengurangan emisi karbon di sektor industri.
Menurutnya, strategi yang perlu dilakukan mencakup penerapan teknologi bersih, efisiensi energi dan air, pemanfaatan energi terbarukan, serta penerapan ekonomi sirkular dalam satu ekosistem industri hijau.
“Dengan membangun ekosistem ini, transformasi menuju industri rendah karbon tidak hanya memperkuat daya saing global, tetapi juga membuka peluang investasi dan inovasi berkelanjutan bagi perekonomian nasional,” jelas Andi Rizaldi.
Ia menambahkan, Kemenperin berkomitmen memperkuat fondasi kebijakan industri hijau agar transisi menuju industri rendah karbon berjalan terukur.
Beberapa langkah yang disiapkan, antara lain penguatan Standar Industri Hijau (SIH) dengan indikator efisiensi energi, penggunaan bahan baku daur ulang, serta batas emisi gas rumah kaca per unit produk.
Selain itu, Kemenperin juga tengah mengembangkan sistem MRV Digital (Monitoring, Reporting, Verification) serta Emission Trading System (ETS) bagi sektor industri, sehingga pelaku usaha bisa memonetisasi surplus pengurangan emisi yang telah dicapai.
Kebijakan lain meliputi pengembangan GISCO sebagai pusat solusi pembiayaan hijau, peningkatan kapasitas SDM melalui sertifikasi kompetensi hijau, serta program reskilling untuk mendukung adopsi teknologi rendah karbon.
Kepala BSKJI optimistis, seluruh kebijakan tersebut tidak hanya ditujukan untuk mencapai target Net Zero Emission sektor industri pada 2050, tetapi juga menjadikan industri hijau sebagai kekuatan baru daya saing Indonesia di kancah global.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]