Selanjutnya, Migrant Care juga menemukan undangan pemilih di meja masing-masing TPS. Padahal, seharusnya undangan diserahkan kepada pemilih.
"Lalu, perlu diketahui bersama, sekitar 124 anggota KPU diterbangkan ke Kuala Lumpur untuk mempersiapkan PSU tapi kami nilai 124 anggota KPU ini kami anggap juga gagal untuk menyelenggarakan PSU," ucapnya.
Baca Juga:
PT Bank Kalteng Awali Kuartal IV 2024 dengan Kinerja Efisien dan Tangguh
Pelaksanaan PSU
Temuan Migrant Care, tidak adanya data yang valid membuat WNI terkendala melaksanakan PSU di Kuala Lumpur. Sementara itu, tidak sistem informasi yang memadai oleh KPU untuk menanggulangi kebingungan pemilih di lokasi PSU.
"Kami sudah mengingatkan KPU untuk menyiapkan desk informasi di depan agar para pemilih tidak kebingungan untuk melakukan pemilihan," sebutnya.
Baca Juga:
Kinerja Industri Jasa Keuangan di Solo Raya Catat Peningkatan Menjanjikan
"Kami masih menemukan banyak sekali data yang ketika dicek di DPT online melalui nomor paspor, namun tidak terdaftar. Justru terdaftar pada nomor NIK dan berisi DPT di masing-masing daerah dia tinggal di Indonesia," tambahnya.
Migrant Care juga menemukan diplomat di Kuala Lumpur juga berstatus DPK. Selain itu, ditemukan juga dugaan politik uang dan mobilisasi pemilih.
"Banyak politik uang dan mobilisasi pemilih yang kami saksikan secara langsung di TPS. Termasuk banyak caleg DPR RI yang datang ke Kuala Lumpur," tuturnya.