WahanaNews.co, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengajak masyarakat untuk mencintai rupiah dan membiasakan penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dalam bertransaksi.
"Kami ingin menyosialisasikan dan mengenalkan kepada masyarakat apa itu QRIS," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (13/08/23).
Baca Juga:
Makin Digemari, Volume Transaksi QRIS Bank Muamalat Naik 148% pada Kuartal III-2024
Sosialisasi itu dilakukan dengan menggandeng pihak Bank Indonesia (BI) di Kecamatan Kraksaan dan Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, Jawa tImur. Sosialisasi itu untuk para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam rangkaian kegiatan serap aspirasi (reses) anggota DPR RI.
Komisi XI DPR sebagai mitra BI, terus membantu untuk menyosialisasikan QRIS sebagai alat pembayaran non-tunai. Dia juga menjelaskan tentang tugas BI sebagai bank sentral, yang memiliki kewenangan menerbitkan, mencetak, mengedarkan, dan menarik uang tunai.
Dia menjelaskan QRIS merupakan sistem pembayaran digital asli Indonesia. QRIS adalah hasil terobosan luar biasa dari BI untuk mengakselerasi keuangan digital pada masa pandemi COVID-19 lalu.
Baca Juga:
Bank Kalsel dan Pemko Banjarmasin Modernisasi Transaksi Pasar Terapung dengan QRIS
"Jika dahulu bapak dan ibu ke mana-mana membawa uang, sekarang transaksi cukup bawa handphone android dan tinggal scan barcode yang ada," jelasnya.
Selain itu, Misbakhun juga mengajak ratusan peserta acara edukasi untuk mencintai Rupiah. Dia mengutip Pasal 21 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Ketentuan itu mengatur Rupiah sebagai satu-satunya alat transaksi yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dia pun memberikan contoh tentang pentingnya rupiah sebagai bentuk kedaulatan NKRI. Pada 2002, Mahkamah Internasional memutuskan sengketa antara Indonesia dengan Malaysia dalam hal kepemilikan atas Pulau Sipadan dan Ligitan.
Secara sejarah, kata Misbakhun, Sipadan dan Ligitan merupakan bekas wilayah jajahan Belanda, sehingga semestinya menjadi milik Indonesia. Namun, Pada saat itu, Mahkamah Internasional memutuskan kedua pulau menjadi milik Malaysia.
Misbakhun menyebut praktik ekonomi warga Sipadan dan Ligitan yang bertransaksi menggunakan Ringgit Malaysia (RM). Sehingga itu menjadi pertimbangan Mahkamah Internasional untuk memutuskan kedua pulau itu menjadi milik negeri jiran tersebut.
"Rupiah bukan hanya sebagai alat tukar, melainkan juga sebagai simbol kedaulatan NKRI," katanya menegaskan.
[Redaktur: Sandy]