WahanaNews.co, Jakarta - Koalisi Musisi Indonesia untuk Gaza mengadakan aksi unjuk rasa damai, menuntut penghentian tindakan genosida yang dilakukan oleh Israel.
Aksi yang diinisiasi oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan didukung oleh para seniman Indonesia itu digelar di depan kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Baca Juga:
Di Tengah Konflik Panjang, Ini Rahasia Israel Tetap Berstatus Negara Maju dan Kaya
Aktivis hak asasi manusia Fatia Maulidiyanti mengatakan bahwa korban yang paling terdampak perang yang terjadi di Gaza adalah anak-anak dan perempuan, dan mereka membutuhkan pertolongan bersama.
“Apa pun yang bisa kita lakukan, hanya sekedar klik, atau sekedar menyuarakan pendapat kita, itu penting,” kata Fatia.
Dia mengatakan bahwa masyarakat perlu berpartisipasi dalam politik untuk bisa menyuarakan pendapat dan menghentikan semua konflik yang terjadi di seluruh dunia.
Baca Juga:
Pelanggaran Hukum Internasional, PBB: 70 Persen Korban di Gaza Adalah Perempuan dan Anak-anak
Sementara itu, artis Bella Fawzi mengatakan bahwa sebelum aksi yang dilakukan hari ini, dia dan beberapa musisi Indonesia sudah menciptakan lagu kolaborasi berjudul “Tanah Para Nabi”.
Dia mengatakan bahwa lagu tersebut sudah bisa didengar di platform musik digital dan menambahkan seluruh royalti dari lagu tersebut akan disumbangkan langsung ke Palestina.
“… lagu Tanah Para Nabi seluruh royaltinya akan kita kerahkan ke NGO Friends of Palestine Indonesia untuk nanti dialokasikan langsung ke Palestina,” ujar Bella.
Musisi Chiki Fawzi berharap agar masyarakat terus bersinergi untuk menyuarakan tentang apa yang terjadi di Palestina dan terus menyuarakan bahwa apa yang dilakukan AS dengan mendukung Israel adalah tidak benar.
Selain itu, pria yang tidak mau menyebutkan namanya dan aktif di Palestina Post, mengatakan bahwa apa yang terjadi di Gaza sejak bulan Oktober 2023 sudah terjadi sejak tahun 1948, serta genosida harus dilawan.
Dia juga mengatakan bahwa sekarang informasi sudah terbuka dan tidak ada yang bisa ditutupi, sehingga sekarang sudah sulit untuk membentuk opini publik.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]