WahanaNews.co | Puluhan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di perusahaan investasi ilegal di Kamboja jadi korban kekerasan keji.
Salah satu perwakilan korban pun menceritakan kekejaman yang sampai meninggalkan trauma tersebut.
Baca Juga:
2 Pelaku Sindikat Judi Online Asal Kamboja Diringkus Polda Jabar
Cerita sedih dari para pekerja migran di Kamboja ini disampaikan dalam acara jumpa pers virtual yang digelar Migrant Care, Senin (1/8/2022). Korban yang selamat hingga keluarga korban pun menceritakan pola kerja di perusahaan tersebut.
Salah satu korban yang berhasil selamat dan dipulangkan oleh pemerintah adalah Rio. Rio mengatakan bahwa di Kamboja memang banyak pekerja migran asal Indonesia.
"Sebut saja nama saya Rio, korban dari Kamboja. Memang di sana banyak pekerjanya orang Indonesia," kata Rio.
Baca Juga:
Timnas Indonesia Menang 2-0 Lawan Kamboja
Rio pun bercerita mengapa ia tergiur bekerja di sana. Saat itu, ia dijanjikan jumlah gaji yang luar biasa. Namun ternyata janji itu palsu.
"Dijanjikan dengan gaji luar biasa, namun hasilnya nol," ungkapnya.
Dia lantas bercerita soal perlakuan keji perusahaan tersebut terhadap para pekerja migran. Para pekerja yang tak bisa mencapai target diperjualbelikan, dipukul, disetrum, hingga paspornya dibakar.
"Mereka yang tidak mencapai target, diperjualbelikan, dipukul, disetrum, ada yang sampai paspornya dibakar," tuturnya.
Akibat perlakuan tersebut, Rio mengaku sangat trauma.
"Masih traumalah pokoknya membayangkan kerja di sana," ucapnya.
Meskipun sudah ada beberapa pekerja migran yang dipulangkan dari Kamboja, masih ada beberapa yang terjebak di sana. Salah satunya adik dari Yanto Ali. Ia bercerita bahwa adiknya tergiur bekerja di Kamboja karena iming-iming gaji yang tinggi.
"Jadi ada yang menawarkan kepada istri saya, ada pekerjaan di Kamboja dengan gaji yang baik. Sekitar Rp 7-9 juta ditawarkan ke istri saya," ungkapnya.
Adiknya pun kemudian diberangkatkan ke Kamboja. Tanpa pelatihan sama sekali. Sesampai di sana, adik Yanto terkejut akan keadaan kerjanya dan langsung sakit.
"Tiga hari kemudian, selesailah paspor. Adik saya tanpa training segala macam diberangkatkan. Alasannya adik saya tidak mau ikut training, padahal tidak," kata Yanto.
"Diberangkatlah dengan nol pengalaman, saat di sana, terkejutlah dengan keadaan itu, terus dia sakit," lanjutnya.
Selain itu, dia mengatakan bahwa adiknya dipekerjakan selama 16 jam. Kini, dia hanya berharap adiknya bisa dipulangkan ke Indonesia.
"Saya berharap adik saya bisa dijemput. Kami berharap kepada pemerintah terutama, terus Migrant Care sebagai penyambung keluarga kami," pintanya. [qnt]