Menurutnya, pengenaan pajak hanya berlaku bagi pihak yang sudah bekerja maupun menjalankan aktivitas bisnis dengan penghasilan tertentu.
"Orang bayar pajak kalau memang memiliki penghasilan. Pengusaha bayar pajak itu bila hasilnya lebih besar dari biayanya. Kalau lebih kecil dari biayanya berarti rugi. Bayar PPh? Enggak. Tapi harus punya NPWP? Punya," tegasnya, dikutip dari Kompas.com, Minggu (22/10/2021).
Baca Juga:
Dari Pajak Digital, Negara Kantongi Rp 6,14 Triliun Hingga September 2024
Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), penghasilan kena pajak (PKP) dikenakan untuk masyarakat dengan pendapatan sebagai berikut:
Di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Rp 4,5 juta per bulan
Sehingga, masyarakat dengan gaji di bawah Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun, tidak akan dipungut pajak.
Ketentuan tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) UU HPP, yakni PTKP per tahun diberikan paling sedikit:
Baca Juga:
Realisasi Penerimaan Pajak DJP Kalbar Capai 56,99 Persen Hingga Agustus 2024
Rp 54 juta untuk diri wajib pajak orang pribadi.
Rp 4,5 juta tambahan untuk wajib pajak yang kawin.
Rp 54 juta tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
Rp 4,5 juta tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling, banyak tiga orang untuk setiap keluarga.
Kerja sama DJP dan Ditjen Dukcapil
Integrasi NIK dengan NPWP sendiri akan menjadi kerja sama antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil).