WahanaNews.co | Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengadakan Seminar Outlook Perekonomian 2023 yang bertajuk “Menjaga Resiliensi Ekonomi melalui Transformasi Struktural”, pada 21 Desember 2022 di Jakarta.
Perkembangan, strategi kebijakan, dan antisipasi terhadap kondisi ekonomi ke depan menjadi bahasan utama dalam seminar ini.
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
Seminar ini diawali dengan penjelasan terkait kondisi ekonomi terkini, terutama terkait dengan perjalanan pemulihan ekonomi global yang menghadapi kondisi tidak mudah.
Proyeksi ekonomi global terus dikoreksi ke bawah, sementara disrupsi rantai pasok menyebabkan kenaikan inflasi global tidak dapat dihindari. Bahkan, berbagai lembaga di dunia menaikkan probabilitas krisis ekonomi karena berbagai downside risks yang ada.
“Berbagai dinamika global yang ada menjadi pengingat untuk kita, bahwa kita tetap optimis namun harus terus waspada. Saat Pandemi Covid-19 pertama kali melanda, kita juga dihadapkan dengan kondisi ketidaktauan serta ketidakpastian yang tinggi. Namun, dengan diskusi, rembuk bersama, dan kerja keras kita bisa melalui itu. Keberhasilan tersebut dapat menjadi lesson learned yang berharga, bahwa koodinasi dan sinergi erat yang dibangun mampu membawa kita keluar dan bahkan bangkit lebih kuat,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada saat memberikan opening speech di Acara Seminar Outlook Perekonomian 2023 yang bertajuk Menjaga Resiliensi Ekonomi melalui Transformasi Struktural.
Baca Juga:
HUT ke-79 TNI, Ini Pesan Presiden Jokowi ke Prajurit Indonesia
Seminar nasional lintas kementerian seperti ini juga dapat menjadi wadah diskusi produktif dan sumber referensi yang valid terkait kondisi perekonomian domestik, regional, maupun global.
Dengan demikian, seluruh stakeholder bangsa dapat membangun pemahaman yang sama terhadap peluang serta tantangan yang dihadapi bersama, terutama dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional dan mencapai pembangunan ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Menko Airlangga juga melaporkan bahwa “Kepemimpinan Presiden dapat membawa Indonesia bersama para pimpinan G20 menghasilkan beberapa komitmen strategis yang dituangkan dalam G20 Bali Leaders’ Declaration.”
Beberapa diantaranya: (i) Pandemic Fund untuk mengatasi pandemi di masa depan sebesar USD1,5 miliar, (ii) Special Drawing Right (SDR) oleh IMF dalam bentuk Resilience and Sustainability Trust (RST) sebesar USD81,6 miliar, (iii) Mendorong komitmen perubahan iklim pada Glasgow Pact dari negara maju sebesar USD100 miliar per tahun, (iv) Kelanjutan komitmen untuk memastikan setidaknya 30% dari daratan di dunia dan 30% dari laut dunia dikonservasi atau dilindungi pada tahun 2030, serta (v) Kelanjutan komitmen untuk mengurangi degradasi tanah secara sukarela sampai 50% di tahun 2040.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, menyampaikan perubahan struktural yang konstruktif merupakan syarat utama agar kita tidak mudah digoyahkan oleh situasi gejolak global. Presiden Joko Widodo juga memberikan sejumlah arahan agar ekonomi nasional tetap tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan ke depan, diantaranya dengan: (i) sinergi fiskal, moneter, dan sektor riil, (ii) menjaga daya beli masyarakat, (iii) meningkatkan ekspor, (iv) meningkatkan investasi, serta (v) memperluas hilirisasi dan energi hijau.
Elaborasi lebih dalam dari arahan dan pandangan Presiden Joko Widodo dilanjutkan dengan dua sesi high level panel, dimana strategi dalam menjaga resiliensi ekonomi melalui transformasi sektor keuangan menjadi dibahas pada sesi panel 1. Sesi ini menghadirkan Menteri Keuangan (Ibu Sri Mulyani), Gubernur Bank Indonesia (Bapak Perry Warjiyo), Ketua Otoritas Jasa Keuangan (Bapak Mahendra Siregar), dan Bapak Chatib Basri selaku perwakilan ekonom.
Dengan memastikan belanja pemerintah yang lebih produktif dan berkualitas, maka momentum pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung dapat dijaga. Selain itu, strategi sumber pembiayaan fiskal untuk pembangunan ekonomi nasional akan semakin difokuskan pada sumber-sumber yang tidak rentan terhadap volatilitas global, seperti sumber pembiayaan jangka panjang khususnya foreign direct investment (FDI).
Dari sisi moneter, akan tetap dijalankan bauran kebijakan yang menyeluruh untuk mendorong akselerasi pemulihan ekonomi melalui pro-stability. Langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia melalui upaya extra effort dan sinergi multi-aktor akan mampu menjaga stabilitas inflasi meski disrupsi rantai pasok global masih berlangsung. Sementara itu, nilai tukar Rupiah juga akan sejalan dengan fundamental ekonomi yang solid ditopang oleh cadangan devisa dan kinerja neraca pembayaran yang masih kuat dan stabil.
Sebagai katalisator utama dalam mengakselerasi pembangunan ekonomi, maka sumber pembiayaan seyogyanya dapat lebih variatif, atraktif, serta reliable. Salah satu langkah yang dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan mengimplementasikan transformasi sektor keuangan dengan pengesahan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK).
Dengan kesiapan ekonomi nasional dalam menghadapi tantangan yang ada, Indonesia diperkirakan menjadi The Bright Spot in Asia. Ekonomi Indonesia akan tetap resilient meski ekonomi global akan diselimuti dengan kabut tebal. Namun, perlu diperhatikan lagi bahwa keberhasilan tersebut hanya akan didapat dengan kerja keras seluruh elemen bangsa.
Sementara itu, sesi panel 2 membahas terkait strategi implementasi transformasi struktural melalui kemudahan berusaha untuk menggerakkan sektor riil. Panelis diskusi ini diwakili oleh Menteri Perindustrian (Bapak Agus Gumiwang Kartasasmita), Menteri Ketenagakerjaan (Ibu Ida Fauziyah), Ketua Satgas UU CK (Bapak Suahasil Nazara), dan Ketua Umum KADIN (Bapak M. Arsjad Rasjid P.M.).
Reformasi struktural melalui implementasi UU Cipta Kerja akan memberikan kemudahan berusaha sehingga dapat meningkatkan iklim investasi, produktivitas, dan penciptaan lapangan kerja. Sosialisasi UU CK ini akan terus dipercepat sehingga membangun kepercayaan pelaku usaha untuk berinvestasi di Indonesia.
Program hilirisasi industri telah berjalan dengan baik dan terbukti memberikan mamfaat yang luas. Program ini akan terus dilaksanakan khususnya pada sektor-sektor prioritas seperti agroindustri, sektor bahan mineral dan tambang, serta sektor migas dan batu bara. Kebijakan making Indonesia 4.0 juga sedang dilakukan untuk mendorong percepatan hilirisasi industri tersebut.
Dari sisi ketenagakerjaan, implementasi UU Cipta kerja diejawantahkan dengan kebijakaan yang adaptif, resilient dan inklusif yang dilakukan melalui active labour policy yang sebagian besar meliputi pelatihan pendidikan dan pelatihan vokasi. Ini akan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SDM sehingga produktivitas nasional dapat meningkat.
Tak lupa, perwakilan pelaku usaha, yakni Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) menyampaikan sentimen positif pelaku usaha terhadap prospek ekonomi ke depan karena regulasi yang terus membaik melalui upaya transformasi struktural Indonesia, sehingga ekspansi bisnis dapat terus ditingkatkan.
Pada akhirnya, seluruh narasumber dari lintas Kementerian/Lembaga yang hadir memiliki statement yang tegas dan sejalan, bahwa tugas dan tantangan ke depan masih banyak sehingga membutuhkan kerja keras serta sinergi yang solid oleh seluruh stakeholder. Hanya dengan kerja sama dan gotong royong tersebut lah, kita dapat terlepas dari middle income trap dan menggapai visi Indonesia 2045. [sdy]