WahanaNews.co | Pelaku
bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Lukman (26), meninggalkan
surat wasiat yang berisi pesan dirinya pamit karena melaksanakan jihad. Terkait
hal ini, Ketua PBNU Robikin Emhas menilai ada salah kaprah soal pemaknaan jihad
di kalangan teroris.
Baca Juga:
Menyelisik Pola Pikir Pemimpin Taliban Usai 2 Tahun Kuasai Afghanistan
"Pasti (ada salah kaprah), karena jihad itu tidak
selalu identik dengan perang, dengan pedang, dengan senjata, dengan darah.
Kalau di zaman peperangan, maka jihad seperti itu, tapi ini adalah di wilayah
negara yang damai, Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Robikin saat
dihubungi, Senin (30/3/2021).
Menurut Robikin, jihad di Tanah Air harus dimaknai sebagai
melawan kebodohan hingga menyejahterakan masyarakat kelas bawah. Dalam arti
lain, jihad dimaknai sebagai membangun peradaban yang luhur.
"Dalam kawasan yang damai, maka tidak bisa jihad
dimaknai seperti itu, jihad di dalam kawasan damai di bumi Nusantara ini adalah
melawan kebodohan, bagaimana mencerdaskan kehidupan bangsa, memperjuangkan agar
fakir miskin, anak-anak telantar segera menikmati kehidupan ekonomi yang jauh
lebih baik. sehingga masyarakat bangsa jadi sejahtera. Jihad di dalam konsep
negara bangsa membangun peradaban yang luhur," ujarnya.
Baca Juga:
Israel Tangkap Pemimpin Senior Jihad Islam di Kamp Pengungsi Jenin
Lebih lanjut, Robikin menjelaskan jika jihad dimaknai
melawan kelompok yang berbeda baik dalam konteks sesama penganut agama,
perbedaan etnis hingga golongan. Pemaknaan ini justru keliru, maka Robikin
menilai bukan jihad namun jahat.
"Nah kalau jihad dimaknai sebagai melawan siapa pun
kelompok yang berbeda dengan kelompoknya, baik sesama agama mau pun di luar
agama, atau perbedaan etnis, warna kulit, golongan, itu bukan jihad namanya,
itu jahat," ucapnya.
Lalu, bagaimana menghindari salah kaprah soal pemaknaan
jihad ini? Robikin mengatakan bahwa unsur utama yang harus dipahami adalah
nilai kemajemukan atau keberagaman.