SENIN, 7 Desember 2020 dini hari, terjadi aksi penembakan oleh polisi atas 6
orang yang diduga pengikut MRS (Muhammad Rizieq Shihab). Keterangan Kapolda Metro Jaya,
Irjen Fadil Imran, penembakan terjadi untuk pembelaan diri yang terlebih dahulu
diserang dengan senjata api dan tajam. Lebih lanjut, sang Irjen mengimbau agar MRS menaati panggilan polisi
untuk dimintai keterangan seputar dugaan pelanggaran protokol kesehatan pada
kerumunan acara di Petamburan, Mega Mendung dan resepsi pernikahan putrinya.
Kejadian
yang merenggut nyawa ini tentu sebuah tragedi besar yang menimpa kita semua. Tidak ada pihak yang menghendaki
jatuhnya korban nyawa dalam kasus apa pun. Hal ini lantaran bahwa nyawa manusia adalah sesuatu yang
termahal di dunia. Disebutkan dalam hadits riwayat Baihaqi: "Hilangnya dunia
lebih mudah bagi Allah azza wa jalla dari tumpahnya darah Muslim tanpa haq."
Baca Juga:
Habib Rizieq Shihab Singgung Nama Ahok dalam Istighosah Kubro PA 212
Agama
apa pun dan peradaban apa pun berpandangan sama akan tingginya nilai nyawa
manusia, sehingga menjadi prioritas untuk dijaga, baik
oleh hukum agama maupun konvensional. Martabat manusia (human
dignity) yang tinggi menjadikan manusia, tanpa terkecuali, berhak atas
perlakuan yang layak dan penghargaan diri. Hak ini melekat selamanya, melebihi materi yang tidak semua
orang memilikinya.
Jika
kehormatan manusia adalah hak yang harus diberikan, maka nyawa adalah yang
menjadikan itu semua ada. Karenanya, segala yang mengakibatkan hilangnya nyawa adalah
petaka yang besar dan harus dihindari. Jangan biarkan masalah memanas hingga mengorbankan nyawa
manusia. Jangan biarkan tujuan sebaik apa pun, termasuk demi menegakkan hukum,
dalam melakukannya tidak terkendali hingga mengorbankan nyawa.
Masalahnya,
kadang persepsi orang atas sebuah kematian tidaklah sama. Ada yang
menganggapnya sebagai pengorbanan yang mulia demi jihad di jalan Allah.
Sementara yang lain menganggapnya sebagai akibat pelanggaran hukum. Di sinilah
terjadi pertarungan narasi antara pihak korban dan pihak pelaku. Pihak pertama
mengaku bahwa pelaku bertindak melampaui batas dan sewenang-wenang hingga tega
membunuh korban. Sementara pihak kedua mengaku bahwa dia melakukannya karena
dalam kondisi bahaya.
Baca Juga:
Bahas Normalisasi, Anies: Pembubaran FPI dan HTI Telah Diputuskan dan Disepakati
Manakah
yang benar? Yang benar ada dalam proses pencarian tiada henti. Sebab kebenaran
yang mampu dicapai oleh manusia hanyalah bayang-bayang dari sebuah objek yang
terhalang oleh keterbatasan panca indera atau siluet, kata Plato.
Plato
meyakini bahwa kebenaran ada pada ide bukan materi. Wanita cantik bagi Plato
bukan karena fisik wanitanya yang cantik tapi karena fikiran orang yang melihat
wanita itu yang menganggapnya cantik. Kalau tidak percaya,
tanya ke banyak lelaki, apakah penilaian mereka sama? Maka kebenaran adalah
sebatas pandangan subjektif atau persepsi yang telah terbangun dalam fikiran seseorang
bukan sesuatu yang an sich atau berdiri sendiri.
Persepsi
dibangun oleh faktor internal dan eksternal. Yang pertama terkait daya tangkap
panca indera sejauh mana dia betul-betul menangkap objek dengan benar dan
teliti. Sedang yang kedua, adalah pengaruh luar atau lingkungan yang membentuk
mindset. Keberpihakan dan hubungan sosial serta pengalaman hidup berperan dalam
membentuk persepsi seseorang tentang sesuatu.