WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai amburadul dan tidak sesuai dengan harapan Presiden Prabowo serta masyarakat terus mendapat sorotan tajam dari Aktivis Kaukus Muda Anti Korupsi (KAMAKSI).
MBG merupakan salah satu langkah strategis dalam mewujudkan visi Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menuju Indonesia Emas 2045.
Baca Juga:
Pemkot Pontianak Tingkatkan Kapasitas SDM Pengadaan Barang dan Jasa Secara Profesional
Program ini diluncurkan untuk mendukung salah satu dari delapan misi Asta Cita, yaitu memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Dalam pelaksanaannya, MBG bertujuan mengatasi masalah gizi buruk dan stunting di Indonesia, sekaligus mendukung tumbuh kembang anak-anak, kesehatan ibu hamil serta ibu menyusui, dan meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air.
Namun, Badan Gizi Nasional (BGN) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program ini justru menuai banyak kritik dari masyarakat.
Baca Juga:
KKP Berikan Kuota Beasiswa Kelautan dan Perikanan untuk 10 Anak Nelayan Tangerang
Sejumlah persoalan mencuat, seperti distribusi MBG yang belum merata ke seluruh daerah, dugaan permainan dalam pengadaan ompreng atau wadah makan dengan spesifikasi sulit, kualitas makanan yang belum memenuhi standar gizi, kasus keracunan, serta dugaan pemotongan anggaran dari Rp10.000 menjadi Rp8.000 per porsi. Selain itu, muncul dugaan praktik rente dengan korporasi besar, terlihat dari dominasi produk Mayora dalam MBG Ramadhan.
"KAMAKSI menduga adanya permainan dalam pelaksanaan MBG. Carut-marut program ini membuktikan bahwa Kepala BGN, Dadan Hindayana, tidak mampu menjalankan perintah Presiden Prabowo dengan baik. Kinerja yang buruk ini bertentangan dengan Asta Cita. Presiden Prabowo telah mengalokasikan anggaran besar untuk program ini demi kesejahteraan rakyat, namun realitas di lapangan justru menunjukkan banyak permasalahan. KAMAKSI bersama elemen masyarakat sedang membentuk tim investigasi di beberapa daerah untuk mendalami dugaan penyimpangan dan praktik rente. Hasil investigasi ini akan diserahkan kepada KPK dan Presiden Prabowo agar ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku, terutama jika ditemukan indikasi korupsi atau mafia dalam program MBG. KAMAKSI mendesak Kepala BGN, Dadan Hindayana, untuk mundur jika merasa tidak mampu menjalankan amanah ini," tegas Ketua Umum DPP KAMAKSI, Joko Priyoski.
Selain itu, pemberian makanan instan dalam MBG Ramadhan yang didominasi produk Mayora juga mendapat kritik keras dari Aktivis KAMAKSI.
Mereka khawatir bahwa konsumsi makanan instan secara berlebihan dapat membuat anak-anak kurang memperhatikan kadar gula dan kandungan gizi dalam makanan mereka, yang berpotensi berdampak negatif pada kesehatan. Akibatnya, anak-anak bisa kehilangan minat terhadap makanan sehat seperti telur dan buah.
"Program MBG seharusnya mendorong keterlibatan UMKM, petani, dan nelayan dalam rantai pasokannya. Dengan demikian, program ini tidak hanya meningkatkan gizi masyarakat tetapi juga memperkuat ekonomi lokal. Sayangnya, dalam pelaksanaan MBG Ramadhan, justru produk korporasi besar seperti Mayora yang mendominasi. Hal ini patut dicurigai sebagai bagian dari praktik rente. Mengapa bukan produk bergizi dari usaha kecil yang disajikan dalam MBG Ramadhan? KAMAKSI mendesak KPK untuk segera menyelidiki dugaan praktik rente ini secara transparan agar masyarakat tidak terus-menerus dikecewakan oleh oknum di BGN," ujar Sekjen DPP KAMAKSI, Sutisna.
"KAMAKSI memberikan peringatan keras kepada pejabat, baik di pusat maupun daerah, termasuk legislator, agar menjaga amanah yang diberikan. Tidak boleh ada oknum pejabat yang berani mengkhianati Presiden Prabowo dengan melakukan praktik korupsi atau rente. Presiden Prabowo telah menegaskan bahwa tidak ada yang kebal hukum dan para koruptor akan diisolasi di penjara khusus. KAMAKSI akan tetap tegak lurus mengawal Asta Cita dan siap mendukung Presiden Prabowo dalam memberantas korupsi serta mafia di negeri ini. Perlawanan terhadap pejabat korup akan terus berlanjut. Panjang umur pergerakan!" pungkas Ketua Umum DPP KAMAKSI.
[Redaktur: Amanda Zubehor]