WahanaNews.co | Pandemi virus Corona dan perlambatan ekonomi memukul kinerja emiten
sektor infrastruktur dan turunannya.
Hal tersebut dapat
tercermin dari bagaimana kinerja para emiten dalam mengumpulkan kontrak baru.
Baca Juga:
Nekat Terobos Dua Tol Sekaligus, Pengemudi Calya Putih Akhirnya Ketahuan Juga!
PT
Waskita Karya Tbk (WSKT), misalnya, hingga
Oktober 2020,
emiten plat merah ini baru berhasil mengumpulkan kontrak baru senilai Rp 15
triliun. Padahal, WSKT menargetkan bisa mengumpulkan Rp 26 triliun pada tahun
ini.
Analis
Sucor Sekuritas,
Joey Faustian,
menilai, dengan keadaan saat ini, dia cenderung konservatif dan melihat kecil
kemungkinan WSKT bisa mencapai target tersebut.
Menurut
Joey, WSKT kemungkinan hanya akan mengumpulkan kontrak baru di kisaran Rp 22
triliun saja.
Baca Juga:
Truk Tangki Minyak Tabrak Trotoar di Pintu Masuk Tol Tanjung Mulia Medan
Walau
untuk tahun ini kinerja WSKT masih akan terseok-seok, Joey memperkirakan pada
tahun depan prospek WSKT akan berpotensi lebih baik.
Salah
satu katalisnya adalah pembentukansovereign wealth fund(SWF) yang berpotensi
menjadi solusi kebutuhan dana untuk pengembangan infrastruktur Indonesia dan
menarik minat investor asing untuk berinvestasi pada proyek infrastruktur
Indonesia.
Joey
menuturkan, salah satu mandat SWF adalah pembentukan dana stabilisasi untuk
mendukung rencana daur ulang aset.
SWF
diperkirakan akan terbentuk pada Januari 2021 dengan nilai awal Rp 75 triliun
dan berpotensi menghasilkan total dana hingga Rp 250 triliun (di bawah 30/40
skema leverage).
Tapi
dia memperkirakan pengumpulan dana akan cenderung lambat seiring kondisi
ekonomi global yang juga melambat.
"Kami
melihat WSKT akan menjadi yang paling diuntungkan seiringpunya posisi leverage yang tinggi
dan besarnya aset kepemilikan ruas tol. Dari peluang investasi awal, setidaknya
terdapat enam aset jalan tol yang dimiliki WSKT yang punya nilai hingga Rp 33,5
triliun," tutur Joey ketika dihubungi wartawan, Senin (16/11/2020).
Lebih
lanjut, Joey menghitung dengan asumsi valuasi PBV WSKT sebesar 1,1 kali, WSKT
berpotensi membukukan keuntungan sebesar Rp 2,5 triliun dengan dekonsolidasi
utang lebih lanjut Rp 12 triliun (23% dari total utang berbunga).
Pada
akhirnya, transaksi ini dinilai Joey berpotensi mengurangigearingWSKT
dari 2,6 kalipada semester I-2020 menjadi 2 kali.
Selain
itu, transaksi ini juga akan menghilangkan beban keuangan dari aset jalan tol
WSKT, terutama biaya bunga secara signifikan.
"Mengingat
besarnya dan lebih cepatnya divestasi jalan tol seiring pembentuk SWF, kami
merevisi laba bersih WSKT pada 2021 dan 2022 menjadi Rp 358 miliar dan Rp 909
miliar. Dalam prediksi kami, SWF baru akan efektif beroperasi pada awal 2021
dan proses investasi baru dimulai pada pertengahan tahun 2021," tambah Joey.
Dengan
demikian, Joey memperkirakan WSKT akan mampu meng-unloadaset tol
mereka sekitar Rp 16 triliun pada semester I-2021.
Dus,
ini membuat WSKT bisa menghemat bunga hingga Rp 600 miliar sekaligus
menyediakan buffer pendapatan senilai
Rp 1 triliun yang didapat dari divestasi aset jalan tol. Namun dengan asumsi
transaksi dilakukan berdasarkan 1,1 kali PBV.
Jika
sampai terjadi keterlambatan dalam setiap rencana daur ulang aset WSKT, Joey
bilang itu akan berdampak negatif pada kemampuan WSKT dalam menghapus utang dan
mendapatkan kontrak baru ke depannya.
Setiap
telat satu kuartal dari asumsi jadwal divestasi Sucor pada semester I-2020, hal
tersebut berpotensi akan membuat WSKT kehilangan sekitar Rp 300 miliar.
"Kami
meng-upgraderekomendasi
untuk WSKT menjadiholddengan target harga Rp 750 dari semula Rp
550 per saham. Kami menilai dikonsolidasi aset jalan tol dan kemampuan
menghapus utang akan menjadi katalis positif jangka panjang untuk WSKT,"
pungkas Joey. [qnt]