WahanaNews.co | Direktur
Center for the Study of Religion and Culture Irfan Abubakar bicara soal
paradigma agama tertutup. Mengacu pada fakta yang terjadi di Indonesia saat
ini, ada organisasi masyarakat yang ingin membawa Indonesia ke arah paradigma
agama tertutup. Dugaan ini tertuju pada Front Pembela Islam (FPI).
Baca Juga:
Habib Rizieq Shihab Singgung Nama Ahok dalam Istighosah Kubro PA 212
"Kalau benar bahwa FPI menginginkan negosiasi dengan
[Menko Polhukam] Mahfud MD, mereka ingin penerapan syariat [Islam], pembebasan
narapidana teroris, Indonesia bertauhid dan seterusnya. Saya kira jangan-jangan
mereka serius ingin membawa Indonesia kepada paradigma [agama] yang
tertutup," katanya dalam diskusi daring bertajuk 'Kala Pemimpin Agama
Memecah Belah Bangsa', Selasa (15/12).
Ia menjelaskan paradigma agama yang tertutup artinya
masyarakat memiliki eksklusivitas terhadap kepercayaan mereka dan enggan
membuka diri kepada perbedaan.
Sedangkan saat ini, menurutnya Indonesia memiliki paradigma
agama semi terbuka. Dengan paradigma itu masyarakat masih menoleransi perbedaan
dalam penerapan akhlak dan muamalah (interaksi sosial).
Baca Juga:
Bahas Normalisasi, Anies: Pembubaran FPI dan HTI Telah Diputuskan dan Disepakati
Ini, kata dia, tergolong mundur dari sebelumnya. Irfan
mengatakan dulu Indonesia justru memiliki paradigma agama yang terbuka karena
masyarakat dengan agama yang berbeda masih bisa berdoa bersama.
"Doa bersama, itu tidak berarti membuat kita jadi
kafir. Toh kita baca doa masing-masing. Mengucapkan natal juga tidak membuat
orang keluar dari zona eksklusivitasnya," jelasnya.
Ia mengatakan pendekatan seperti ini cocok diterapkan di
Indonesia yang plural. Sedangkan pendekatan negara berbasis tauhid yang
diserukan pimpinan FPI Rizieq Shihab menurutnya tidak cocok dengan Indonesia.
Sebagai contoh, ia menyebut Arab Saudi yang umumnya lebih
tertutup soal agama sudah mulai membuka ruang bagi toleransi dan perbedaan. Ini
karena secara ekonomi, negara itu perlu menggaet pasar di sektor pariwisata.
Sementara studi CSRC di tahun 2020 ini menemukan masih ada
30 persen masyarakat yang mudah terprovokasi oleh propaganda isu agama, ras dan
antar golongan di media sosial.
Hal ini berkaitan dengan makin menguatnya konservatisme
agama di Indonesia. Ia mengatakan sebuah survei menemukan bahwa konservatisme
ternyata disebabkan oleh maraknya politisasi agama.
"Sebelumnya ada pandangan konservatisme agama
disebabkan oleh propaganda Timur Tengah, kemudian kelompok salafi mulai menguat
dan mempengaruhi politik. Tidak begitu ternyata," kata dia.
"Ternyata penggunaan oleh aktor-aktor politik oportunis
menggunakan agensi-agensi pimpinan agama yang populis untuk mendorong
mobilisasi suara mereka, itu yang kemudian menyebabkan orang yang terpolarisasi
itu benar-benar konservatif," lanjut Irfan.
Sebelumnya, Rizieq menilai hijrahnya Indonesia ke sistem
negara berbasis tauhid sesuai dengan sila pertama Pancasila. Menurutnya
perubahan ini dibutuhkan karena situasi negara yang kian terbelah. [dhn]