Berdasarkan
data Kementerian BUMN, beban biaya Garuda Indonesia mencapai 150 juta dollar AS
per bulan, namun pendapatan yang dimiliki hanya 50 juta dollar AS.
Artinya,
perusahaan merugi 100 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,43 triliun (kurs Rp
14.300 per dollar AS) setiap bulannya.
Baca Juga:
Wamildan Tsani Panjaitan Dirut Baru Garuda Indonesia
"Jadi,
sekarang kami sedang lakukan kajian-kajian, dan melibatkan para adviser,
bagaimana tindakan-tindakan yang bisa kami lakukan bersama kreditur dan lessor,"
kata Tiko.
Sebelumnya,
Menteri BUMN, Erick Thohir, mengatakan, selain memang terpengaruh pandemi
Covid-19, persoalan lain dari krisis keuangan Garuda Indonesia adalah terkait lessor.
Saat ini,
maskapai bekerjasama dengan 36 lessor, yang sebagian di antaranya
terlibat kasus korupsi dengan manajemen lama.
Baca Juga:
Paus Fransiskus Pilih Menu Nasi Goreng di Pesawat ke Papua Nugini
"Sejak
awal, kami di Kementerian (BUMN) meyakini, bahwa memang salah satu masalah
terbesar di Garuda mengenai lessor. Lessor ini harus kami petakan
ulang, mana saja yang masuk kategori dan bekerjasama di kasus yang sudah
dibuktikan koruptif," ujar Erick, dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI,
Kamis (3/6/2021).
Menurut Tiko,
pemetaan diperlukan untuk mengetahui lessor yang bertindak nakal, guna
dilakukan negosiasi yang tepat.
Di sisi lain,
Erick meyakini, sejumlah lessor juga telah bekerjasama dengan jujur.