WahanaNews.co | Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terus mematangkan Program Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan. Pilot project program ini disiapkan di tujuh kabupaten dengan melibatkan lebih dari 50 desa, 300-an peternak, di lahan seluas 140.000 m2.
“Desa peternakan terpadu berkelanjutan ini dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Bersama. Bumdes Bersama ini mengkoordinasikan potensi peternakan dari 5-10 desa yang menjadi anggotanya. Setiap Bumdes Bersama sedikitnya melibatkan 43 peternak,” ujar Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar, dalam Konfrensi Pres Peluncuran Program Desa Peternakan, di Kantor Kemendes PDTT, Kalibata, Jakarta, Kamis (11/11/2021).
Baca Juga:
Pjs Gubernur Kaltara Togap Simangunsong Buka Seminar dan Workshop Rakornas 2024
Gus Halim-sapaan akrab Abdul Halim Iskandar-menjelaskan tujuh Bumdes Bersama yang menjadi pilot project Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan terletak di Kabupaten Bandung; Cirebon; Kebumen; Nganjuk; Jombang; Lumajang; dan Kudus. Setiap Bumdes Bersama akan mengelola 20 ekor sapi yang dipadukan dengan budidaya 100 domba, 400 ekor ayam, dan budidaya 10.000 ikan air tawar. Usaha peternakan ini akan dipadukan dengan budidaya hortikultura organik di lahan 1.500 m2, dan budidaya pakan ternak di lahan 16.200 m2.
“Untuk memastikan prinsip keberlanjutan juga dibangun instalasi pengolahan limbah menjadi pupuk organik dan biourine, serta energi terbarukan biogas,” urainya.
Pengelolaan hulu-hilir Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan tersebut, kata Gus Halim juga memastikan pemasaran dari setiap produk usaha baik berupa daging, telur, ikan, hingga sayuran organik. Desa-desa yang menjadi anggota Bumdes Bersama akan menjadi pasar utama dari produk usaha Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan.
Baca Juga:
Energi Surya Jadi Sumber Cahaya Bagi Kehidupan Masyarakat Desa Tepian
“Kenapa kita uji coba ini dilakukan BUM Desa Bersama di 5-10 desa, supaya pasarnya jelas. Misalnya sayur mayur hydroponic pangsa pasarnya ya semua desa yang jadi bagian dari BUM Desa Bersama. Sehingga saya yakin tidak ada masalah,” katanya.
Bumdes Bersama, lanjut Gus Halim juga akan mengandeng pihak ketiga untuk menjadi offtaker dari produk usaha Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan. Dengan demikian semua produk usaha tersebut bisa diserap oleh pasar.
“Selain itu juga Bumdes Bersama akan bekerjasama dengan pihak ketiga sebagai offtaker untuk memastikan produk usaha Desa Peternakan Terpadu terserap pasar. Saat ini sudah ada Kerjasama Bumdes Bersama pengelola Desa Peternakan Terpadu dengan PT Berdikari sebagai salah satu offtaker,” katanya.
Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini menegaskan jika pengelolaan Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan oleh Bumdesa Bersama dilakukan dengan prinsip gotong royong.
Dalam pilot project ini, Kemendesa PDTT menyalurkan modal awal Rp 500 juta per BUM Desa Bersama, sementara tiap desa berpartisipasi Rp 50 juta dari dana desa. Sehingga modal awal tiap BUM Desa Bersama setidaknya Rp 1 miliar.
“Anggarannya dari dana desa, ada juga partisipasi masyarakat. Masyarakat dalam hal ini bisa jadi mitra/ penyertaan modal/ penyediaan lahan produksi atau seterusnya. Dan (anggaran lainnya) dari pemanfaatan hasil peternakan, kemudian kemitraan, CSR, atau pinjaman KUR, dan tentu Kemendes juga memberikan support (dukungan anggaran),” ujarnya.
Gus Halim mengatakan, pilot project tersebut melibatkan berbagai pihak mulai dari kepala desa, Kementerian Pertanian, PLN, Dinas PMD kabupaten, Dinas Pertanian, hingga perusahaan sebagai pihak ketiga.
Menurutnya peternakan terpadu yang dikelola secara terintegrasi tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan dan berbagai produk yang dihasilkan seperti daging, pupuk, biogas, sayur hydroponic, dan sebagainya.
“Minimal dapat membantu penurunan impor daging dan peningkatan gizi masyarakat untuk pengurangan stunting, serta penurunan kemiskinan ekstrem. Karena ini akan meningkatkan transaksi dan memberikan peluang tenaga kerja,” ujarnya.
Pengembangan BUMDes dan BUMDes Bersama bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat desa. Artinya, Gus Halim menegaskan, pengembangan BUMDes dan BUMDes Bersama pun tidak boleh mematikan usaha warga desa setempat.
“Saya terus gaungkan, bahwa jangan sekali-kali BUMDes dan BUMDes Bersama mengambil unit usaha yang berdampak pada menurunnya usaha yang dilakukan masyarakat,” katanya. [rin]