Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini menegaskan jika pengelolaan Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan oleh Bumdesa Bersama dilakukan dengan prinsip gotong royong.
Dalam pilot project ini, Kemendesa PDTT menyalurkan modal awal Rp 500 juta per BUM Desa Bersama, sementara tiap desa berpartisipasi Rp 50 juta dari dana desa. Sehingga modal awal tiap BUM Desa Bersama setidaknya Rp 1 miliar.
Baca Juga:
Pemdes Rantau Panjang Gelar Panen Perdana Ikan Patin, BUMDES Menjadi Inspirasi Ketahanan Pangan
“Anggarannya dari dana desa, ada juga partisipasi masyarakat. Masyarakat dalam hal ini bisa jadi mitra/ penyertaan modal/ penyediaan lahan produksi atau seterusnya. Dan (anggaran lainnya) dari pemanfaatan hasil peternakan, kemudian kemitraan, CSR, atau pinjaman KUR, dan tentu Kemendes juga memberikan support (dukungan anggaran),” ujarnya.
Gus Halim mengatakan, pilot project tersebut melibatkan berbagai pihak mulai dari kepala desa, Kementerian Pertanian, PLN, Dinas PMD kabupaten, Dinas Pertanian, hingga perusahaan sebagai pihak ketiga.
Menurutnya peternakan terpadu yang dikelola secara terintegrasi tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan dan berbagai produk yang dihasilkan seperti daging, pupuk, biogas, sayur hydroponic, dan sebagainya.
Baca Juga:
Pesantren Diakui Jadi Kunci Pemberdayaan Desa, Cak Imin: Peran Mereka Sangat Vital
“Minimal dapat membantu penurunan impor daging dan peningkatan gizi masyarakat untuk pengurangan stunting, serta penurunan kemiskinan ekstrem. Karena ini akan meningkatkan transaksi dan memberikan peluang tenaga kerja,” ujarnya.
Pengembangan BUMDes dan BUMDes Bersama bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat desa. Artinya, Gus Halim menegaskan, pengembangan BUMDes dan BUMDes Bersama pun tidak boleh mematikan usaha warga desa setempat.
“Saya terus gaungkan, bahwa jangan sekali-kali BUMDes dan BUMDes Bersama mengambil unit usaha yang berdampak pada menurunnya usaha yang dilakukan masyarakat,” katanya. [rin]