WahanaNews.co | Presiden Joko Widodo alias Jokowi menyampaikan
pernyataan tegas soal rencana pemerintah melakukan impor beras sebanyak 1 juta
ton pada 2021.
Dalam
beberapa pekan terakhir, impor beras memang menjadi perdebatan banyak pihak
lantaran kebijakan ini dinilai tidak pas dilakukan di tengah ketersediaan stok
beras Indonesia dan panen raya oleh petani.
Baca Juga:
Ombudsman RI: Pemerintah Diminta Kaji Ulang Kebijakan Impor Beras
Dalam
pernyataannya, Jokowi memastikan pemerintah tidak akan mengimpor beras hingga
pertengahan tahun ini.
"Saya
pastikan bahwa sampai bulan Juni 2021 tidak ada beras impor yang masuk ke
negara kita Indonesia," kata Jokowi, melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Jumat
(26/3/2021).
Namun, Kepala Negara
mengakui bahwa pemerintah memang menjalin MoU dengan Thailand dan Vietnam
terkait pengadaan beras.
Baca Juga:
Pemerintah Bakal Impor 3 Juta Ton Beras di 2024
Akan tetapi, kerjasama itu dibuat hanya untuk
berjaga-jaga, mengingat situasi pandemi yang penuh dengan ketidakpastian.
MoU
inilah yang membuat perdebatan mengenai impor beras mengemuka.
Berdasarkan
pemberitaan Bangkok Post, pemerintah
Indonesia dan pemerintah Thailand akan meneken MoU jual-beli beras Thailand
sebanyak 1 juta ton pada akhir Maret 2021.
Menteri
Perdagangan Thailand, Jurin Laksanawisit, mengungkapkan, perjanjian yang akan diteken kedua negara
merupakan kesepakatan antar-pemerintah (G2G).
Isi
perjanjiannya adalah terkait pasokan beras asal Thailand ke Indonesia, mencakup
tidak lebih dari 1 juta ton beras putih dengan kadar retak 15-25 persen (beras
medium).
Perjanjian
ini berlaku untuk pasokan impor 1 juta ton beras dalam setahun dengan durasi
empat tahun.
Namun
demikian, impor beras dari Thailand yang dilakukan Indonesia juga dilakukan
dengan syarat tertentu, yakni tergantung produksi beras kedua negara tersebut
dan harga beras dunia.
Penjelasan Mendag
Menteri
Perdagangan (Mendag), Muhammad Lutfi, mengungkapkan latar belakang diputuskannya kebijakan impor
beras sebanyak 1 juta ton pada tahun ini. Utamanya didorong stok beras cadangan
Bulog yang rendah.
Lutfi
menyebut, Bulog memiliki penugasan untuk menjaga stok cadangan beras atau iron stock sebesar 1 juta ton - 1,5 juta ton setiap tahunnya.
Besaran
angka stok itu merupakan prinsip dasar pemerintah sejak lama.
Cadangan
beras ini diperlukan untuk kebutuhan mendesak, seperti bansos ataupun operasi
pasar guna stabilisasi harga.
Adapun
pengadaan beras oleh Bulog itu bisa berasal dari dalam negeri maupun luar
negeri.
"Jadi
kalau memang ternyata penyerapan Bulog bagus, kita tidak perlu impor. Ada
tahun-tahun kita tidak perlu impor, seperti saat 2019 dan 2020," ujar
Lutfi, dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3/2021).
Namun,
pemerintah melihat ada beberapa hal yang perlu diantisipasi untuk bisa
memastikan stok beras terjaga.
Lutfi
menjelaskan, stok beras cadangan Bulog saat ini hanya sekitar 800.000 ton.
Sebanyak 275.000 ton dari stok tersebut merupakan beras hasil impor tahun 2018
lalu.
Menurut
dia, beras sisa impor itu berpotensi mengalami penurunan mutu.
"Jika
dikurangi dengan beras sisa impor, jadi stok akhir Bulog mungkin hanya kisaran
500.000 ton. Ini adalah salah satu kondisi stok terendah dalam sejarah Bulog.
Jadi Anda bisa tahu bagaimana rasa hati saya ngilunya," ungkap
Lutfi.
Di sisi
lain, kata dia, penyerapan gabah oleh Bulog belum optimal pada masa panen raya
saat ini.
Hingga
pertengahan Maret 2021, serapan gabah setara beras baru mencapai 85.000 ton.
Lutfi
menyebutkan, seharusnya Bulog saat ini sudah bisa menyerap gabah setara beras
setidaknya sebanyak 400.000 - 500.000 ton.
Meski
demikian, rendahnya penyerapan tersebut bukanlah kesalahan Bulog.
Sebab,
ada aturan teknis yang mesti dipatuhi BUMN pangan itu dalam membeli gabah
petani.
Maka, hanya
gabah yang memenuhi syarat yang bisa diserap oleh Bulog.
Sementara, dengan
curah hujan yang tinggi saat ini, kualitas beras petani rata-rata memiliki kadar air yang
tinggi.
"Nah
yang kejadian sekarang adalah hujan, jadi gabah basah, gabah petani itu tak
bisa dibeli Bulog," ucap dia.
Padahal,
lanjut Lutfi, Bulog setidaknya harus mengeluarkan beras sebanyak 80.000 ton per
bulan atau 1 juta ton per tahun.
Sehingga, stok
cadangan beras perlu dijaga di kisaran 1 juta - 1,5 juta ton.
"Bulog
utamanya hanya mengandalkan operasi pasar untuk penyaluran beras, itu sekitar 1
juta ton per tahun, makanya iron stock
Bulog tidak boleh kurang 1 juta ton. Itu logikanya," kata dia.
Kendati
demikian, ia menekankan, bila Bulog mampu menyerap beras petani dalam negeri
mencapai stok 1 juta - 1,5 juta ton, maka rencana impor tak perlu direalisasikan.
Sebab,
artinya sudah mencukupi untuk kebutuhan cadangan beras.
Lutfi
memastikan, pemerintah akan memperhatikan dinamika ke depan terkait pelaksanaan
kebijakan impor.
Jika
memang diperlukan, maka ia menjamin, impor beras tidak akan dilakukan saat
panen raya.
"Ini
adalah situasi yang dinamis. Saya jamin tidak ada impor saat panen raya. Hari
ini tidak ada beras impor yang menghancurkan harga petani, karena memang belum
ada yang impor," ujar Lutfi.
Bulog: Stok Beras Cukup
Berbeda
dengan Mendag, Direktur Utama Bulog, Budi Waseso (Buwas), memastikan, stok beras dalam negeri sejauh ini aman.
Menurut
dia, data Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret
hingga Mei 2020, stok beras surplus.
"Per
hari ini, beras CBP (Cadangan Beras Pemerintah) kita itu ada 902.000
ton, kurang lebih. Dengan tambahan serapan kemarin, dari 800 sekarang sudah
nambah. Kalau secara keseluruhannya, yang dikuasai Bulog itu mencapai 923.000 ton beras per hari
ini," ujar Buwas, dalam keterangan tertulis, Kamis (25/3/2021) sore.
Buwas
memastikan bahwa Bulog hingga kini terus menyerap beras. Bahkan, dirinya akan
turun langsung ke lapangan untuk membuktikan hal itu.
"Saya
ingin membuktikan sendiri bahwa produksi dalam negeri itu memang cukup. Saya
memegang apa yang disampaikan oleh pihak Kementerian Pertanian dengan BPS.
Terus kalau saya tidak percaya, saya percaya dengan siapa?" tutur Buwas.
Karena
itu, dirinya percaya pada apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo untuk menggalakkan
pangan dan mencintai produk dalam negeri.
Di
samping itu, ia mengaku heran ada wacana impor beras di tengah kondisi dalam
negeri sedang panen raya.
"Belum
apa-apa kita sudah menyatakan impor, apalagi yang mendasar, yaitu beras.
Apalagi ini masa panen. Yang ngomong soal impor kan bukan saya karena saya
bukan pengambil kebijakan, bukan pengambil keputusan," kata dia.
Dia pun
menegaskan, stok Bulog di seluruh Indonesia masih aman.
Pihaknya
akan semaksimal mungkin menyerap beras di daerah-daerah dan menstok wilayah
yang tidak memproduksi pangan.
"Sehingga
saya ingin menjamin pangan itu aman, khususnya beras di seluruh Indonesia. Dan
saya berkeyakinan bahwa kita ini bisa swasembada pangan, dan tidak perlu
buru-buru menyatakan impor," ungkap Buwas.
Pada
kesempatan lain, Buwas menjelaskan, per 14 Maret 2021, stok beras Bulog
mencapai 883.585 ton.
Terdiri
dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 859.877 ton dan beras komersial
sebesar 23.708 ton.
Sementara,
musim panen raya berlangsung sepanjang Maret-April 2021, sehingga penyerapan
beras oleh Bulog pada periode itu untuk CBP diperkirakan bisa mencapai 390.800
ton.
Artinya,
setelah panen raya, maka pasokan beras untuk CBP saja sudah lebih dari 1 juta
ton.
Impor Cuma Wacana
Menurut
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, kebijakan impor beras 1 juta ton itu baru bersifat wacana.
Hingga
saat ini, belum ada realisasi dari kebijakan impor beras.
Hal itu
diungkapkannya dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI.
Saat
itu, Syahrul didesak untuk menyetujui atau menolak keputusan dari impor beras
tahun ini.
"Secara
jujur ingin saya katakan kepada forum ini bahwa rencana impor itu baru dalam
wacana, dan saya sama sekali belum pernah melihat ada sebuah keputusan yang
pasti terhadap itu," ujar Syahrul dalam rapat, Kamis (18/3/2021).
Namun,
Syahrul juga menyampaikan permohonan maaf karena tak bisa menolak kebijakan impor
beras pada tahun 2021 ini.
SYL
menjelaskan, Kementan tak punya kedudukan hukum atau legal standing untuk menolak rencana impor tersebut.
Sebab,
penugasan impor bukan kepada Kementan.
Karena
itu, Syahrul menyatakan, pihaknya tak bisa mengambil sikap secara tegas menolak atau
menyetujui impor beras.
"Jadi
kalau penindakan langsung Kementan, penolakan dan lain-lain, saya tidak ada
legal standing, saya minta maaf," imbuh Syahrul.
Ia
hanya memastikan, bahwa penyerapan gabah petani harus diutamakan untuk mencukupi
kebutuhan beras nasional.
Ia juga
menegaskan, Kementan bertugas untuk memastikan stok pangan terjaga, termasuk
beras, di sepanjang tahun ini, khususnya pada masa bulan puasa dan Lebaran.
"Upaya
penyerapan gabah, saya lebih cenderung itu yang didahulukan, yang harus
dimaksimalkan oleh pemerintah. Barulah selanjutnya sekiranya tidak dilakukan
impor pada saat-saat kita panen raya," kata dia.
DPR Menolak
Komisi
IV DPR menyatakan menolak rencana impor beras sebesar 1 juta ton. Hal ini
lantaran produksi beras hingga Mei 2021 yang dianggap surplus.
Penolakan
itu disampaikan dalam kesimpulan rapat kerja dengan Menteri Pertanian,
Syahrul Yasin Limpo, dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono,
Kamis (18/3/2021).
"Komisi
IV DPR RI bersepakat dengan pemerintah cq Kementerian Pertanian bahwa produksi
beras periode Januari sampai dengan Mei tahun 2021 surplus/memenuhi konsumsi
dalam negeri. Sehingga Komisi IV DPR RI menolak rencana importasi beras
sebanyak 1 juta ton pada saat panen raya maupun saat stok dalam negeri
melimpah," demikian poin kedua kesimpulan rapat tersebut.
Dalam
rapat tersebut, anggota Komisi IV DPR menyoroti terkait rencana impor beras ini.
Salah
satunya adalah Andi Akmal Pasluddin, yang menolak rencana impor beras tersebut.
Andi
menilai, rencana impor ini kontradiktif dan alasan untuk melakukan tidak bisa
diterima secara argumentatif.
"Karena
kalau kita lihat dari data yang ada, data BPS, data stok, data ramalan
produksi, kita surplus. Jadi saya kira tidak ada alasan, kecuali ingin
memakmurkan petani negara lain silakan impor, tetapi petani dalam negeri
menderita," ujar Andi.
Hal
senada juga disampaikan oleh anggota Komisi IV, Julie Sutrisno.
Dia
meminta Kementan agar menjamin produksi beras mampu memenuhi kebutuhan beras
nasional dan mengutamakan penyerapan gabah petani petani.
"Kami
mendorong untuk mengutamakan penyerapan hasil panen petani dengan harga yang
baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan sekaligus menjaga semangat
petani Indonesia untuk terus berproduksi," ujarnya.
Presiden: Stop Debat!
Menyikapi
perdebatan soal impor beras, Presiden Joko Widodo meminta semua pihak
menghentikan perdebatan atas kebijakan itu.
Menurut
Jokowi, perdebatan soal isu tersebut justru bisa berdampak buruk terhadap harga
gabah dari petani.
"Saya
tahu kita memasuki masa panen dan harga beras di tingkat petani belum sesuai
dengan yang diharapkan," ujar Jokowi, dalam tayangan pernyataannya
melalui YouTube Sekretariat Presiden,
Jumat (26/3/2021).
"Karenanya
saya minta segera hentikan perdebatan yang berkaitan dengan impor beras. Ini
justru bisa membuat harga jual gabah di tingkat petani turun, lalu
anjlok," tegasnya.
Kepala
Negara juga menegaskan, hingga Juni 2021 tidak ada beras impor yang masuk ke Tanah
Air.
Kebijakan
ini masih sama seperti tiga tahun terakhir yang mana Indonesia tidak mengimpor
beras.
Presiden
meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani membantu pembiayaan Badan Urusan Logistik dalam
menyerap beras dari petani.
Jokowi
memastikan, hasil panen petani lokal itu akan terserap seluruhnya oleh Bulog.
"Saya
pastikan beras petani akan diserap oleh Bulog dan saya akan segera
memerintahkan Menteri Keuangan agar membantu terkait anggarannya," katanya. [qnt]