WAHANANEWS.CO, Jakarta - Korupsi di tubuh BUMN dan BUMD kembali menjadi sorotan setelah Presiden RI Prabowo Subianto melontarkan pernyataan tegas dalam pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR/DPR dan DPD RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025).
Di hadapan para wakil rakyat, Prabowo secara blak-blakan mengungkap maraknya praktik penyelewengan yang dinilai merugikan negara, dengan menegaskan, “Ini bukan fakta yang harus kita tutup-tutupi.”
Baca Juga:
Presiden Prabowo: Transisi Kepemimpinan Lancar, Demokrasi Indonesia Diakui Dunia
Pernyataan itu memicu respons cepat dari Komisi III DPR RI, yang berencana menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS, Nasir Djamil, Sabtu (16/8/2025) menyampaikan, “Saya yakin masyarakat sangat optimis atas apa yang disampaikan Pak Presiden tadi khususnya dalam penegakan hukum.”
Ia menambahkan, “Kita akan usulkan kepada pimpinan komisi III terkait hal tersebut untuk dilakukan RDP meminta konfirmasi langsung kepada mitra kerja kami terkait data dan sudah sejauh mana penanganannya.”
Baca Juga:
Prabowo Apresiasi Perjuangan Para Pemimpin Bangsa Wujudkan Cita-Cita Kemerdekaan
Sebelumnya, Prabowo mengaku bahwa setelah 299 hari menjabat, ia semakin mengetahui banyaknya praktik korupsi di berbagai institusi pemerintahan, organisasi, dan perusahaan milik negara maupun daerah.
“Setelah 299 hari saya memimpin pemerintahan eksekutif, saya semakin mengetahui berapa besar tantangan kita, berapa besar penyelewengan yang ada di lingkungan pemerintahan kita,” ucap Prabowo.
Ia menegaskan, “Dalam pidato pelantikan saya di sini, saya sampaikan bangsa Indonesia harus berani melihat kekurangan-kekurangan sendiri, harus berani melihat kesalahan sendiri, harus berani melihat penyakit yang ada di tubuh kita agar kita bisa perbaiki kekurangan-kekurangan tersebut. Tanpa mau mengakui, tidak mungkin kita mampu memperbaiki.”
Salah satu kasus yang turut menjadi sorotan adalah dugaan korupsi di PT Atlas Resources Tbk.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mulai menyelidiki kasus ini sejak 2023 dan telah memanggil sejumlah pihak, termasuk Direktur PT Atlas Resources Tbk, Joko Kus Suliyastyoko, namun hingga pertengahan 2025 belum ada pengumuman resmi terkait status penyidikan.
Kasus ini berawal dari kerja sama investasi PT Atlas Resources Tbk dengan PT PLN Batubara Investasi (PLNBBI), anak usaha PLN, pada periode 2018–2020, dengan tujuan menjamin pasokan batubara ke tujuh PLTU di Pulau Jawa.
Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kejanggalan pada pembayaran uang muka dan selisih harga akuisisi yang tidak wajar, yang berdampak pada terganggunya pasokan batubara dan potensi kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah.
Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut memantau perkembangan kasus ini, meski Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI, Kristian Manullang, mengatakan, “Kami belum mengetahui secara pasti soal itu, tapi siap bekerja sama dengan mereka (kejaksaan), jika memerlukan data ataupun itu, karena telah diatur oleh undang-undang.”
Kristian menambahkan, “Coba ditanyakan juga ke OJK soal kliring ataupun data keuangan, karena kami di sini juga akan berkoordinasi dengan semua pihak sebelum mengambil keputusan.”
Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Herlangga Wisnu Murdianto, menyatakan bahwa semua masukan publik terkait kasus ini akan ditampung, sambil tetap menjunjung asas praduga tak bersalah.
Pihak PT Atlas Resources Tbk dan PT PLN Batubara Investasi hingga kini belum memberikan pernyataan resmi.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]