WahanaNews.co | Tepat setahun silam,
20 Oktober 2019, duet dinamis Joko Widodo - Ma'ruf Amin resmi dilantik sebagai
Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024.
Lebih dari separuh tahun pertama masa jabatannya itu dihabiskan
Pemerintahan Jokowi - Ma'ruf untuk mati-matian berselancar agar tak tergulung
gelombang besar pandemi Covid-19.
Baca Juga:
Jokowi Dikabarkan Kritis dan Masuk RS, Ternyata Cuma Video Lama di Malioboro
Persoalan ini mulai
mencuat pada bulan kelima masa pemerintahan, tepatnya pada 2 Maret 2020, saat kasus Covid-19 pertama
kali dikonfirmasi ada di Indonesia.
Kini, pandemi
Covid-19 sudah berlangsung selama lebih dari tujuh bulan di Indonesia.
Penularan Covid-19 terus terjadi, bahkan kasusnya belum
menunjukkan tanda-tanda melandai.
Sampai saat ini, tercatat ada 365.240 kasus
positif Covid-19 di Indonesia,
yang terjadi di 501 kabupaten/kota. Covid-19 juga telah memakan korban jiwa sebanyak
total 12.617 orang.
Baca Juga:
Tanpa Nama Jokowi, Tiga Kandidat Berebut Kursi Ketum PSI Via E-Voting 12–18 Juli
Sementara, sebanyak
289.243 orang berhasil sembuh dari penyakit yang disebabkan virus Corona itu. Kurva kasus harian
Covid-19 yang tak kunjung menurun itu dinilai banyak kalangan tak lepas dari kesalahan langkah
pemerintah dalam merespons bencana non-alam
tersebut sejak awal.
Pernyataan
Kontroversial
Ketika sikap waspada
dan antisipatif harus diambil, pemerintah justru menganggap virus Corona seolah tak terlalu
berbahaya. Pemerintah juga menganggap virus yang awalnya berkembang di China
itu tidak akan menulari masyarakat Indonesia.
Hal itu tercermin
dalam beberapa pernyataan kontroversial para pejabat yang tak menunjukkan sikap
antisipatif bila virus Corona
menular hingga ke Indonesia.
Misalnya, Menteri
Kesehatan,
Terawan Agus Putranto,
yang pernah menyampaikan
sejumlah pernyataan kontroversial. Saat itu, ia heran dengan wartawan yang
terus-terusan mempertanyakan keberadaan virus Corona di Indonesia yang tak
kunjung terdeteksi.
Menurut dia, hal itu
semestinya disyukuri, bukan terus dipertanyakan.
"Kita semua
waspada tinggi, melakukan hal-hal yang level kewaspadaannya paling tinggi, dan
peralatan yang dipakai juga peralatan internasional," kata Terawan di
Kantor TNP2K, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2020).
"Kalau tidak
(ada temuan virus Corona)
ya justru disyukuri, bukan dipertanyakan. Itu yang saya tak habis mengerti,
kita justru harus bersyukur Yang Maha Kuasa masih memberkahi kita," kata
dia.
Sekitar sepekan
kemudian, Terawan menyatakan doa menjadi penyebab virus Corona tak masuk ke Indonesia.
Pernyataan ini dilontarkan Terawan saat kasus pertama belum diumumkan.
Mulanya, seorang wartawan bertanya
kepada Menkes, apakah belum ditemukannya virus Corona yang menginfeksi
masyarakat Indonesia benar terjadi karena doa sebagaimana yang disampaikan
Terawan sebelumnya?
Terawan lalu
menjawab, pemerintah senantiasa bekerja keras dan berdoa serta mengandalkan
Tuhan Yang Maha Kuasa untuk mencegah masuknya virus.
"Kita ini
negara yang berketuhanan Yang Maha Esa, apa pun agamanya selama kita berpegang
teguh pada Pancasila, doa itu menjadi hal yang harus utama. Maka namanya ora et labora
(berdoa dan berusaha)," ujar Terawan di Gedung Kantor Staf Presiden,
Jakarta, Senin (17/2/2020).
"Saya kira itu
tetap ada,
bekerja sambil berdoa. Dan itu sebuah hal yang sangat mulia. Negara lain boleh
protes,
biarin aja. Ini hak negara kita bahwa kita mengandalkan Yang Maha kuasa,"
kata dia.
Kasus
Pertama Covid-19 Diumumkan
Pada 2 Maret 2020,
Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus perdana Covid-19 di Indonesia. Presiden
Jokowi mengawali pengumumannya dengan menyampaikan bahwa ada warga negara
Jepang domisili Malaysia yang belum lama datang ke Indonesia.
Setelah kembali ke
Malaysia, WN Jepang itu dinyatakan positif Covid-19.
"Tim dari
Indonesia langsung menelusuri orang Jepang ini ke Indonesia bertamu ke siapa,
bertemu dengan siapa,
ditelusuri, dan ketemu," kata Presiden Jokowi, yang didampingi Menteri
Kesehatan,
Terawan Agus Putranto.
Presiden Jokowi
menyebutkan, WN Jepang itu kontak dengan seorang perempuan berusia 31 tahun
serta sang ibu yang berusia 64 tahun.
Kementerian
Kesehatan pun langsung melakukan uji laboratorium terhadap spesimen keduanya.
"Dicek dan tadi
pagi saya mendapatkan laporan dari Pak Menkes bahwa Ibu ini dan putrinya
positif Corona,"
kata dia.
Menkes Terawan
menyebutkan, kedua pasien positif tersebut berteman dekat dengan WN Jepang tadi. Bahkan, WN Jepang tersebut
berkunjung ke rumah pasien yang di
Depok itu.
"Ini kan teman
dekatnya, datangnya ke rumah dong. Di sini, di daerah Depok (rumahnya),"
kata Terawan.
Namun, pengumuman Presiden Jokowi
tersebut tak hanya mengejutkan publik.
Kedua pasien pertama
Covid-19 yang tengah menjalani perawatan di Rumah Sakit Sulianti Saroso, Jakarta
Utara,
juga mengaku terkejut.
Rupanya, kedua
pasien baru tahu mereka positif Corona
setelah pengumuman dari Presiden Jokowi disiarkan oleh media.
Sebelumnya, tak
pernah ada pemberitahuan dari dokter, pihak rumah sakit, atau pihak Kementerian
Kesehatan.
Hal ini terungkap
dalam wawancara khusus kepada Kompas, yang kemudian
ditayangkan dalam Kompas.id, Selasa (3/3/2020).
Melalui saluran
telepon, Kompas mewawancarai Pasien 2
yang sedang berada di ruang isolasi.
Saat Kompas bertanya, apakah ada pemberitahuan bahwa
dia mengidap positif Covid-19, pasien itu mengaku tidak ada. Dia justru tahu
setelah ada pengumuman resmi.
"Enggak ada
(pemberitahuan). Sampai kemudian heboh kemarin itu (diumumkan Presiden),"
ujar pasien.
Prediksi
Pemerintah Meleset
Usai kasus pertama
diumumkan, penularan Covid-19 di Indonesia terus terjadi. Penambahan kasus
harian yang terus mengalami kenaikan.
Mula-mula, dalam
satu hari penambahan kasus masih di bawah 10 orang. Kemudian dalam sehari
penambahan berjumlah belasan hingga puluhan, bahkan ratusan orang.
Pada akhirnya,
penambahan kasus harian Covid-19 mencapai ribuan orang. Setelah itu, berbagai
prediksi terkait puncak kasus Covid-19 pun dilontarkan sejumlah pihak.
Presiden Joko Widodo
sendiri memprediksi puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia akan terjadi pada
Agustus atau September 2020.
"Kalau melihat
angka-angka, memang nanti perkiraan puncaknya ada di Agustus atau September,
perkiraan terakhir," kata Presiden Jokowi saat berbincang dengan wartawan
di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, (13/7/2020), dikutip dari tribunnews.com.
Sebelumnya, pada Maret 2020, Presiden
Jokowi juga sempat memprediksi bahwa puncak penularan Covid-19 di Indonesia
akan jatuh pada bulan Mei, sehingga bulan Juli sudah mulai menurun.
Namun, prediksi
tersebut meleset.
Presiden Jokowi kini
justru menemukan fakta bahwa kasus baru Covid-19 masih terus bertambah. Ia
menyebut, prediksi terbaru bahwa pandemi Covid-19 akan mencapai puncaknya pada
Agustus atau September ini juga masih bisa berubah.
Hal itu, menurut dia,
sangat bergantung dengan kinerja seluruh jajarannya dalam menekan penyebaran
kasus Covid-19.
"Kalau kita
tidak melakukan sesuatu, ya bisa angkanya berbeda. Oleh sebab itu, saya minta
pada para menteri untuk bekerja keras," kata dia.
Prediksi puncak kasus
harian juga diberikan oleh Badan Intelijen Negara (BIN). BIN memprediksi bahwa
puncak penyebaran virus corona di Indonesia akan terjadi pada Mei 2020.
Kemudian, pada 2
April 2020, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, memperkirakan
bahwa puncak penyebaran Covid-19 akan terjadi pada Juli 2020.
Perkiraan yang
disampaikan Doni berdasarkan perhitungan yang dilakukan BIN. Dari penghitungan
tersebut, diperkirakan akumulasi kasus positif Covid-19 pada Juli 2020 mencapai
106.287 kasus.
"Puncaknya pada
akhir Juni dan awal Juli," kata Doni, saat rapat kerja dengan Komisi
IX DPR.
Merujuk data
perkiraan tersebut, kasus Covid-19 akan mengalami peningkatan dari akhir Maret
sebanyak 1.577 kasus, akhir April sebanyak 27.307 kasus, 95.451 kasus di akhir
Mei dan 105.765 kasus di akhir Juni.
Namun, sama seperti
dua prediksi sebelumnya terkait waktu puncak penularan, hal itu tidak
sepenuhnya tepat. Lantaran, penambahan kasus positif masih terus terjadi dan
belum ada tanda-tanda penurunan.
Hanya, prediksi soal
angka yang diberikan, terpaut cukup jauh. Berdasarkan data Satgas Covid-19,
pada awal Juli 2020, akumulasi kasus positif masih di angka 60.000-an.
Belakangan, Doni
mengungkapkan bahwa pihaknya belum bisa memprediksi kapan puncak pandemi
Covid-19 di Indonesia. Hal itu dikarenakan penambahan kasus yang fluktuatif.
"Sampai saat
ini saya juga belum tahu kapan puncak tiba. Melihat perkembangan fluktuatif,
ada daerah yang mengalami penurunan, ada juga yang meningkat. Kita lihat
kasusnya juga berbeda-beda," kata Doni Monardo, usai rapat dengan Presiden Jokowi, 27 Juli lalu.
Sementara itu, pada
27 Maret, tim Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI merilis prediksi puncak
kasus harian Covid-19 yang akan terjadi pada hari ke-77 atau sekitar
pertengahan April 2020.
Dengan catatan,
patokan hari pertama terjadi pada pekan pertama Februari 2020.
Hasil penghitungan
tim FKM UI menyebutkan bahwa kasus positif Covid-19 di Indonesia akan mencapai
500.000 hingga 2.500.000 orang, tergantung pada sejauh mana intervensi yang
dilakukan pemerintah.
Penambahan
Kasus Tertinggi
Selama pandemi
Covid-19, pemerintah melaporkan jumlah perkembangan kasus harian secara
terus-menerus setiap hari.
Laporan itu terdiri
dari penambahan kasus pasien terkonfirmasi positif, pasien yang sembuh, pasien
meninggal dunia, jumlah spesimen (uji sampel), jumlah orang diperiksa hingga
jumlah suspek Covid-19 yang dicatat dalam kurun waktu 24 jam.
Selain itu,
disampaikan pula data Covid-19 dari 34 provinsi di Indonesia.
Dari laporan yang
disampaikan melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 maupun Satuan
Tugas Penanganan Covid-19, terpantau sejumlah rekor penambahan kasus harian
tertinggi.
Penambahan kasus
positif harian dalam jumlah tinggi terpantau sejak 1 Mei 2020. Saat itu ada 433
penambahan kasus baru Covid-19 dalam waktu 24 jam.
Selanjutnya, pada 9
Mei 2020, tercatat ada 533 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam. Lalu pada 13 Mei
tercatat penambahan 689 pasien positif Covid-19 dalam sehari.
Pada 21 Mei 2020,
terjadi penambahan kasus harian mencapai 973 kasus.
Setelah itu,
penambahan kasus harian Covid-19 tertinggi tercatat mencapai ribuan dalam sehari.
Salah satunya terjadi pada 2 Juli 2020 yang mana tercatat penambahan 1.624
kasus baru dalam 24 jam.
Kemudian, sepekan
setelahnya, penambahan kasus harian bahkan sudah tembus di angka 2.000-an
kasus. Tepatnya pada 9 Juli 2020, ada 2.657 kasus baru Covid-19 dalam sehari.
Memasuki Agustus,
jumlah penambahan kasus harian tertinggi kembali meningkat. Bahkan, kondisi
tersebut terjadi dalam kurun waktu sepekan.
Pertama, pada 27
Agustus 2020 tercatat ada 2.719 kasus baru Covid-19 yang terjadi dalam 24 jam.
Berikutnya, pada 28 Agustus 2020 tercatat ada 3.003 kasus Covid-19 yang terjadi
selama 24 jam.
Terakhir pada 29
Agustus 2020, ada 3.308 kasus baru Covid-19 yang terjadi dalam satu hari.
Setelah itu, rekor
penambahan pasien harian tertinggi kembali terjadi pada Kamis (24/9/2020), yakni sebanyak 4.634 kasus baru
dalam 24 jam.
Sehari setelahnya,
yakni Jumat (25/9/2020), rekor penambahan tertinggi kembali terjadi saat ada
penambahan pasien positif Covid-19 sebanyak 4.823 orang dalam 24 jam terakhir.
Kemudian,
berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada Kamis (8/10/2020), ada
penambahan pasien positif Covid-19 sebanyak 4.850 orang dalam 24 jam terakhir.
Angka penambahan
kasus baru pada 8 Oktober lalu tercatat merupakan yang tertinggi selama pandemi
melanda Indonesia.
Kapan
Berakhir?
Pakar epidemiologi
Universitas Airlangga,
Windhu Purnomo,
mengatakan, puncak penyebaran virus Corona
di Indonesia sulit diprediksi,
lantaran data yang selalu berubah-ubah setiap waktu.
"Jadi
sebetulnya kalau datanya tidak berubah-ubah, akan lebih mudah diprediksi. Yang
menyulitkan itu kan karena data yang selalu berubah," kata Windhu kepada wartawan, 16 Juli lalu.
Perubahan data,
menurut dia, dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Ketika
pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), laju
pertumbuhan kasus harian relatif dapat dikendalikan.
Namun, saat
kebijakan itu dilonggarkan untuk memberikan kesempatan agar roda ekonomi
kembali bergeliat, laju pertumbuhan kasus harian juga mengalami peningkatan.
"Prediksi itu
kan mesti pake asumsi-asumsi, asumsinya kalau keadaannya seperti ini, nanti
puncaknya akan kapan, dan turunnya kapan. Tapi kalau datanya berubah, ya harus
diulang lagi," jelas dia.
"Ya susah ini,
apalagi di negeri seperti kita ini yang kebijakannya terus berubah. Jadi kita
enggak tahu kapan akan berakhir," ucap Windhu. [dhn]