WahanaNews.co, Jakarta - Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jilid II resmi berlaku setelah ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 Januari 2024.
Undang-undang itu menjadi UU Nomor 1 Tahun 2024. UU ITE jilid II mengubah sejumlah ketentuan di UU Nomor 11 Tahun 2008 dan UU Nomor 19 Tahun 2016.
Baca Juga:
DPR Ketok Palu Revisi UU ITE, Simak Poin Perubahannya
Beberapa pasal kontroversial bertahan di undang-undang terbaru. Aturan karet seperti pidana berita bohong atau pencemaran nama baik masih tercantum di UU ITE versi terbaru.
Berikut poin-poin revisi UU ITE jilid II yang sudah ditandatangani Jokowi:
Pasal karet pencemaran nama baik
Baca Juga:
PLN Katakan Produksi Hidrogen Hijau Jadi Bahan Bakar Alternatif di Masa Depan
Pasal 27, salah satu pasal karet UU ITE sejak versi pertama, mengalami sejumlah perubahan. Pasal ini dirampingkan dari empat ayat menjadi dua ayat.
Ayat yang mengatur penghinaan atau pencemaran nama baik dan pemerasan atau pengancaman dihapus. Namun, ada dua pasal baru yang mengatur hal serupa, yaitu pasal 27A dan 27B.
"Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik," bunyi pasal 27A.
Sementara itu, pasal 27B mengatur larangan mengancam orang lain menggunakan saluran elektronik.
Pasal karet ancaman pribadi
Revisi UU ITE mengubah ketentuan pasal karet lainnya, yaitu pasal 29. Awalnya, pasal itu mengatur ancaman kekerasan yang ditujukan secara pribadi.
Versi revisi menghilangkan ketentuan "pribadi". Pasal 29 di UU ITE jilid II berubah menjadi, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti."
Perlindungan anak
UU ITE menambahkan aturan perlindungan anak di internet dengan pasal 16A. Penyelenggara sistem elektronik diwajibkan menyediakan informasi terkait anak.
Informasi yang diwajibkan mencakup batasan minimum usia anak yang dapat menggunakan produk atau layanannya; mekanisme verifikasi pengguna anak; serta mekanisme pelaporan penyalahgunaan produk, layanan, dan fitur yang melanggar atau berpotensi melanggar hak anak.
Penyelenggara sistem elektronik diancam sanksi teguran tertulis, denda administratif, penghentian sementara, hingga pemutusan akses bila tak patuh.
Tak ada lagi penyelenggara sertifikasi elektronik asing
Pasal 13 UU ITE yang lama mengatur sertifikasi elektronik yang terdiri atas sertifikasi elektronik Indonesia dan asing. Revisi UU ITE meniadakan sertifikasi elektronik asing.
Ada penambahan di pasal 13 yang berbunyi, "Penyelenggara sertifikasi elektronik dapat menyelenggarakan layanan berupa tanda tangan elektronik, segel elektronik; penanda waktu elektronik; layanan pengiriman elektronik tercatat; autentikasi situs web; preservasi tanda tangan elektronik dan atau segel elektronik. Kemudian identitas digital dan atau layanan lain yang menggunakan sertifikat elektronik."
Berita bohong
Revisi UU ITE menambahkan aturan pidana penyebaran berita bohong di pasal 28 ayat (3). Ada aturan terkait berita bohong yang memicu kerusuhan.
"Setiap orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat," bunyi psal 28 ayat (3).
Polisi bisa tutup akun medsos
UU ITE jilid II memberikan wewenang kepada penyidik kepolisian atau pejabat ASN tertentu di lingkungan pemerintah yang relevan di bidang ITE untuk menutup akun media sosial.
Aturan pasal 43 huruf i ditambah menjadi, "memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses secara sementara terhadap akun media sosial, rekening bank, uang elektronik, dan atau aset digital."
Pintu intervensi pemerintah
Pemerintah punya wewenang mengintervensi penyelenggaraan sistem elektronik berkat revisi UU ITE. Hal itu diatur dalam pasal 40A.
Ayat (2) pasal tersebut mengatur pemerintah berwenang memerintahkan penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan penyesuaian pada atau melakukan tindakan tertentu guna mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif.
"Penyelenggara Sistem Elektronik wajib melaksanakan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)," bunyi pasal 40A ayat (3).
Penyelenggara sistem elektronik diancam sanksi administratif; teguran tertulis; denda administratif; penghentian sementara; hingga pemutusan akses bila tak taat.
Pengecualian sanksi
Revisi UU ITE memberi pengecualian sanksi bagi pelanggar aturan informasi kesusilaan dan pencemaran nama baik. Hal itu diatur pasal 45.
"Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipidana dalam hal: a. dilakukan demi kepentingan umum; b. dilakukan untuk pembelaan atas dirinya sendiri; atau, c. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut merupakan karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/atau ilmu pengetahuan."
[Redaktur: Sandy]