Rusun tersebut hasil kerja sama Kemensos dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta ditujukan untuk keluarga pra-sejahtera atau kelompok miskin dan rentan, serta penyandang disabilitas.
Karena diperkenankan tinggal di rusun, Mariani tidak perlu lagi mengeluarkan uang sewa rumah petak yang pasarannya sekitar Rp 400.000 hingga 700.000 per bulan, dan fasilitasnya sangat terbatas tidak selengkap di rusun.
Baca Juga:
Rusun Marunda Bakal Dihapus dari Aset Daerah Pemprov DKI
“Uang sewa rumah petak bisa dipakai untuk biaya sekolah anak,” jelas Mariani yang anaknya kini sekolah di jenjang SMP dan SD.
Selain diperkenankan tinggal di rusun Kemensos, para penghuni juga dilatih berbagai keterampilan dan berusaha. Sejumlah penghuni misalnya, menjahit sandal untuk keperluan hotel dan upahnya bisa menopang ekonomi keluarga atau ditabung.
Syarifudin, Penyuluh Sosial Ahli Madya di Sentra Terpadu Pangudi Luhur mengatakan, para penghuni rusun memang didorong untuk bekerja dan berusaha agar perekonomian keluarganya bisa membaik.
Baca Juga:
Gandeng Bank DKI, Pemprov Kembangkan Budidaya Hidroponik di Rusun
Uang sewa rumah yang biasanya mereka keluarkan, diupayakan untuk ditabung sehingga setelah dua tahun tinggal di rusun, mereka memiliki rumah sendiri meskipun sederhana.
“Rumah susun kemudian bisa ditempati warga lainnya dari kelompok pra-sejahtera yang membutuhkan tempat tinggal,” kata Syarifudin.
Penghuni rusun STPL sangat senang tinggal di rusun tersebut. Selain fasilitasnya lengkap, juga tersedia berbagai fasilitas pendukung seperti arena bermain anak, toko serba ada hingga jasa laundry.