WahanaNews.co, Jakarta - Proyek kerja sama dengan pemerintah Prancis dengan nilai kontrak 164,6 juta Euro atau setara dengan Rp2,59 triliun tersebut nantinya akan mengikuti standar internasional Tier-4 dan memiliki kapasitas prosesor 25.000 core, storage 40 petabyte dan memori 200 TB. Selain Bekasi, PDN direncanakan akan dibangun di Batam, Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, dan Labuan Bajo.
Pusat data ini nantinya akan mengintergerasikan data kementerian/lembaga di seluruh Indonesia. Data center itu terkait dengan program integrasi layanan digital pemerintah yakni INA Digital.
Baca Juga:
Pusat Data Nasional Rentan Diretas, Jokowi Minta Direkam Cadang
Nantinya, ketika INA Digital sudah diluncurkan, seluruh aplikasi pemerintah untuk layanan masyarakat bisa diakses melalui satu portal nasional.
Adapun, pengembangan pusat data menjadi salah satu proyek yang getol digencarkan oleh pemerintahaan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi menilai pengembangan pusat data di Tanah Air akan mendatangkan banyak manfaat bagi perusahaan rintisan lokal yang saat ini masih banyak menggunakan pusat data di luar negeri.
Di sisi lain, dia meyakini besarnya potensi ekonomi digital dan jumlah penduduk Indonesia dapat mengundang ketertarikan pemain global, seperti Microsoft, Amazon, Alibaba, dan Google untuk berinvestasi mengembangkan pusat datanya di Tanah Air.
Baca Juga:
Soal Peretasan PDN, Pj Wali Kota Pastikan Data Warga Kota Bekasi Aman
Adapun, terhadap penerapannya di lingkungan pemerintah, Jokowi meminta agar Indonesia segera mengembangkan pusat data nasional terintegrasi yang menyinkronkan seluruh kementerian dan lembaga. Menurut survei Kemenkominfo pada 2018, terdapat kurang lebih 2.700 pusat data yang tersebar di 630 instansi, baik pusat maupun daerah.
"Berarti rata-rata terdapat empat pusat data pada setiap instansi pemerintah. Secara nasional, utilisasi pusat data dan perangkat keras juga hanya mencapai rata-rata 30% dari kapasitas. Fakta ini mengindikasikan terjadinya duplikasi anggaran belanja teknologi informasi dan komunikasi karena setiap kementerian mengembangkan pusat datanya sendiri-sendiri. Ini yang ke depan harus kita hindari," kata Jokowi dikutip dari laman Kementerian Sekretariat Negara, Jumat (28/2/2020).
Keamanan Sistem PDN Sementara itu, pakar keamanan siber, Pratama Persadha, mengungkapkan gangguan pada sistem PDN dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain terjadi gangguan suplai listrik, kerusakan peladen, gangguan koneksi internet, serta serangan siber seperti serangan kegagalan layanan (distributed denial of service/DDoS) atau ransomware (perangkat pemeras).
Mengutip Antara, Sabtu (22/6/2024), Pratama mengatakan, jika memang gangguan terjadi karena serangan siber, risiko yang mengancam makin besar karena tidak hanya mengganggu layanan, tetapi juga bisa mengakibatkan kebocoran data pribadi.
Yang lebih berbahaya lagi, menurut dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini, jika peretas bisa sampai mengakses server di PDN.
Kebocoran data yang terjadi tidak hanya akan menimpa Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, tetapi juga institusi lainnya yang menggunakan PDN untuk menyimpan data masyarakat Jika melihat dari pola gangguan yang terjadi, Pratama menduga ada kemungkinan masalah yang terjadi pada PDN karena serangan siber dengan metode ransomware seperti halnya yang menimpa Bank Syariah Indonesia sebelumnya.
Apabila memang masalah yang dihadapi oleh PDN merupakan masalah teknis, menurut Pratama, tentu tidak akan memakan waktu selama itu. Masalah suplai listrik juga bisa segera diatasi dengan menggunakan catuan listrik dari gardu lainnya atau menggunakan generator set (genset) untuk catuan sementara.
Demikian pula, jika yang bermasalah adalah koneksi internet seperti putusnya kabel fiber optik yang masuk ke dalam PDN, masih bisa ditanggulangi dengan cepat menggunakan koneksi radio point-to-point yang memiliki bandwidth (kapasitas maksimum data saat dikirimkan melalui internet dalam jangka waktu tertentu) besar.
Hal ini tidak membutuhkan waktu lama untuk melakukan instalasi. Begitu pula jika terkena serangan siber dengan metode DDoS, Pratama menilai seharusnya waktu penanggulangan tidak akan selama itu.
Hal ini bisa dengan mudah diselesaikan dengan perangkat anti-DDoS. Selain itu, perlu bekerja sama dengan internet service provider (ISP) atau penyelenggara jasa internet untuk menambah kapasitas bandwidth dan membantu mengatasi DDoS dari sisi ISP.
"Dengan melihat kejadian ini, menggunakan PDN bisa membahayakan negara jika tidak melengkapinya dengan pengamanan yang kuat sehingga masing-masing instansi pemerintah yang hosting di PDN harus membuat business continuity plan (BCP) yang kuat sehingga tidak bergantung 100% pada infrastruktur PDN," ujar Pratama.
Dia menuturkan, PDN harus gamblang menjelaskan apa yang terjadi serta semenjak awal memaparkan rencana kelangsungan bisnis (BCP) dari risiko semacam ini. Menurut Pratama, yang perlu menjadi catatan adalah PDN yang dibangun saat ini hanya menyediakan infrastrukturnya untuk menyimpan data dari masing-masing instansi pemilik sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE).
Faktor keamanan siber juga masih perlu dapat perhatian khusus karena yang dijamin oleh pengelola PDN saat ini adalah keamanan siber dari infrastruktur PDN itu sendiri. Sementara itu, keamanan siber dari aplikasi setiap SPBE masih menjadi tanggung jawab dari instansi pemilik SPBE tersebut.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2022 tentang Pelindungan Infrastruktur Informasi Vital (Perpres IIV) dan peraturan Badan Siber dan Sandi Negara (perban BSSN) yang merupakan turunan Perpres IIV, saat melakukan identifikasi kebutuhan setiap instansi juga diminta menyertakan rencana keberlangsungan layanan.
Dengan demikian, Pemerintah juga bisa mengetahui jika terjadi gangguan bagaimana instansi tersebut menjaga agar layanan masyarakat tetap berjalan dan bisa segera pulih kembali layanan kepada masyarakat tersebut.
Saat ini, PDN dipergunakan oleh layanan seluruh instansi pemerintahan sehingga seharusnya masalah seperti ini tidak terjadi pada sebuah data center seperti PDN, apalagi untuk layanan pemerintah. Hal ini tentunya sudah dipertimbangkan berbagai faktor pengamanan berupa redundansi (duplikasi), baik dari sisi perangkat keras seperti server dan media penyimpanan, catuan listrik dari beberapa gardu yang berbeda, serta UPS (uninterruptible power system) dan koneksi internet dari beberapa ISP.
[Redaktur: Andri Frestana]