WahanaNews.co, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) menyatakan kesiapan untuk mendukung keputusan pemerintah terkait harga gas bumi tertentu (HGBT), baik itu untuk melanjutkan maupun menghentikan.
“HGBT kan merupakan kebijakan pemerintah. Dari sisi SKK Migas, kami siap mendukung kebijakan pemerintah itu sendiri,” ujar Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro di Jakarta, Senin (18/3/2024) malam.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Siap Layani Energi Mitra Global
Mengenai bagaimana imbas HGBT terhadap perekonomian dan industri nasional, tutur Hudi melanjutkan, perhitungan dan keputusan terkait perpanjangan maupun penghentian HGBT tetap merupakan kewenangan pemerintah.
Hudi meyakini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang melakukan evaluasi terkait dampak kebijakan HGBT terhadap penerimaan negara.
“Apa pun nanti kebijakan HGBT itu, sifatnya seperti apa, ya kami di SKK Migas pasti akan mendukung,” kata Hudi.
Baca Juga:
SKK Migas Kalsul dan KKKS Kunjungi Kemenhub RI Pastikan Kelancaran Hulu Migas
Pernyataan tersebut ia sampaikan terkait dengan kebijakan HGBT yang akan berakhir pada 31 Desember 2024, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM RI Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Program HGBT merupakan program pemerintah untuk memberikan harga gas murah di bawah 6 dolar AS per MMBTU bagi tujuh kelompok industri. Tujuh sektor penerima Program HGBT saat ini adalah pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.
Program ini bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing industri nasional, baik dari sisi perpajakan maupun penyerapan tenaga kerja.
Akan tetapi, Kementerian ESDM mencatat penerapan kebijakan harga gas murah tersebut telah membuat penerimaan negara berkurang. Implementasi harga gas bumi tertentu sebesar enam dolar AS per MMBTU berdampak pada pengurangan penerimaan negara sebesar Rp29,39 triliun dalam periode 2021-2022.
Rinciannya pada 2021, penerimaan negara berkurang Rp16,46 triliun dan sebesar Rp12,93 triliun pada 2022.
Oleh karena itu, Kementerian ESDM belum dapat memastikan kelanjutan kebijakan HGBT setelah 2024.
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian justru tetap meminta program HGBT dilanjutkan, bahkan diperluas.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Taufiek Bawazier meyakini apabila perluasan program HGBT berjalan, maka industri dapat berkembang dan menarik investasi.
[Redaktur: Sandy]