WahanaNews.co, Jakarta - Kementerian Perindustrian terus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) pada sektor industri. Hal ini dilakukan untuk memastikan keberlanjutan operasional serta menjaga daya saing industri dalam negeri.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, Kemenperin melaksanakan peninjauan langsung ke PT Doulton di Banten, salah satu perusahaan keramik yang terdampak langsung oleh krisis pasokan HGBT.
Baca Juga:
Kemenperin Kenalkan Inovasi Pemantauan Kualitas Air di AIGIS 2025
Dalam kunjungan tersebut, Kemenperin bersama Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (ASAKI) melakukan peninjauan secara langsung ke fasilitas produksi PT Doulton. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat lebih dekat kondisi nyata di lapangan, khususnya pada lini produksi yang terhenti akibat terhambatnya suplai gas.
“Masalah pasokan HGBT ini aneh. Kalau industri membeli gas dengan harga di atas USD15 per MMBTU, pasokannya tersedia. Namun, jika membeli di harga HGBT sebesar USD6,5 per MMBTU, pasokannya justru tidak tersedia. Ada apa dengan produsen gas di hulu?” ungkap Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief di Banten, Kamis (21/8).
Hasil pengawasan lapangan yang dilakukan Kemenperin menunjukkan, pasokan gas bagi industri keramik masih belum dalam kondisi aman. Berdasarkan laporan yang diterima oleh Kemenperin, produsen gas saat ini masih menerapkan kebijakan kuota harian sebesar 70 persen dari kebutuhan normal industri. Selain itu, apabila industri membutuhkan gas melebihi kuota harian tersebut, maka dikenakan tarif tambahan atau surcharge.
Baca Juga:
Menperin: Transformasi Industri Hijau Sejalan Asta Cita Pemerintah
Menurut Febri, situasi ini menunjukkan produsen gas masih belum mencabut status darurat pasokan, seperti yang tercantum dalam surat pemberitahuan resmi kepada industri pelanggan pada 15 Agustus 2025 lalu. Akibatnya, di lingkungan PT Doulton sendiri, sebanyak 450 tenaga kerja terpaksa dirumahkan setelah operasi produksi terhenti akibat pembatasan pasokan gas.
“Sudah ada hampir 10 pengaduan yang masuk, baik dari industri langsung maupun dari asosiasi industri. Kami akan mencermati lebih dalam pengaduan yang masuk kepada kami, karena industri pengguna HGBT ini jumlahnya cukup banyak, dan industri pengguna di luar HGBT juga banyak,” katanya. Demikian dilansir dari laman kemenperin, Sabtu (23/8).
[Redaktur: JP Sianturi]