WahanaNews.co | Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengakui anggaran penggantian gorden untuk rumah dinas anggota DPR menelan biaya hingga Rp48,7 miliar.
Anggaran itu, katanya, akan dipergunakan untuk mengganti gorden yang sudah berusia 13 tahun.
Menurutnya, pengajuan anggaran itu sudah dilakukan sejak 2009 namun tidak disetujui.
Baca Juga:
Rumah Dinas Dihapus, Anggota DPR Dapat Tunjangan Perumahan Hingga Rp 50 Juta
"Gorden-vitrase ini diajukan semenjak 2009, 13 tahun lalu, 13 tahun lalu sampai sekarang enggak pernah ada, enggak pernah diganti," ujar Indra saat konferensi pers di Komplek Gedung Nusantara, Senin (28/3).
"Kami memasukkan komponen vitrase untuk penggantian rumah gorden-gorden anggota yang umurnya sudah lebih dari 13 tahun," tambahnya.
Ia memaparkan bahwa proses pengadaan gorden ini dilakukan dengan mekanisme lelang terbuka dan menggunakan produk dalam negeri.
Baca Juga:
Waketum SAPMA Pemuda Pancasila Terpilih Jadi Pimpinan MPR RI Mewakili DPD, Ini Harapannya
"Gorden ini kami lakukan dengan mekanisme lelang terbuka dan menekankan di dalam Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) sangat jelas dua kali saya rapat, adalah harus berazaskan kepentingan produksi dalam negeri. Itu ditegaskan dalam RKSnya," papar Indra.
Ia juga menyebutkan bahwa anggaran Rp48,7 miliar itu juga diperuntukkan bagi 505 rumah dinas yang ada. Nantinya, setiap rumah akan mendapat sekitar Rp80-90 juta setiap rumah.
"Hanya untuk 505 unit rumah itu per rumahnya, rata-rata sekitar 80 juta sekian sama pajak 90 jutaan per rumah," sambungnya.
Sebelumnya, Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR menetapkan alokasi anggaran lebih dari Rp59 miliar untuk mengganti gorden rumah dinas anggota dewan dan pengaspalan baru di kompleks parlemen Senayan, Jakarta.
Dari total jumlah tersebut, sebanyak Rp48,7 miliar untuk penggantian gorden di rumah dinas anggota dewan di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Lalu, Rp11 miliar untuk aspal baru di kompleks parlemen.
Usulan itu dikritik oleh elemen masyarakat seperti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Peneliti Formappi, Lucius Karus menilai proyek pengadaan barang dan jasa oleh DPR itu tak memiliki sensitivitas kepada rakyat yang mengalami kesulitan di masa pandemi Covid-19.
"Jika punya tanggungjawab moral maka mestinya DPR dengan mudah bisa memahami betapa keputusan pengadaan gorden dengan anggaran yang fantastis merupakan sesuatu yang tidak sensitif dan tidak peduli pada nasib rakyat," kata dia kepada media, saat dikonfirmasi, Senin (28/3). [bay]