WahanaNews.co | Presiden Joko Widodo berpesan
kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, agar
regulasi terkait pengelolaan ekspor benih lobster dapat dievaluasi guna
memperbaiki kinerja sektor kelautan dan perikanan nasional.
"Soal
benur (ekspor benih lobster) akan kita evaluasi, karena saya cinta keberlanjutan
lingkungan," kata Sakti Wahyu Trenggono, Jumat (25/12/2020).
Baca Juga:
Mengerikan, Menteri Trenggono Ingatkan Semakin Banyak Orang Kurang Pangan di Dunia
Menurut
mantan Wakil Menteri Pertahanan itu, ada beberapa pesan dari Presiden Jokowi
yang perlu dievaluasi, salah satunya terkait ekspor benih lobster.
Trenggono
berpendapat bahwa bila akibat ekspor benih lobster akan merusak lingkungan, maka
generasi mendatang bakal tidak memperoleh manfaat.
Ia
menyatakan telah melepas jabatan Komisaris Utama PT Agro Industri Nasional
(Agrinas) yang mendapatkan izin ekspor benih lobster.
Baca Juga:
Menteri KKP Ungkap Maling Ikan di Laut RI: Rumah di PIK Punya 80 Kapal
Terkait
jabatan tersebut, Trenggono menyebutkan bahwa jabatan itu ex-officio karena terkait dengan jabatannya sebagai Wamenhan.
PT Agro
Industri Nasional (PT Agrinas) adalah perusahaan yang dibentuk oleh Yayasan
Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan, dalam pembinaan Kementerian Pertahanan
RI untuk menjalankan peran strategis mewujudkan ketahanan pangan, ketahanan
energi, dan ketahanan air lewat usaha di bidang produksi tanaman pangan,
produksi perikanan, bioenergi, konservasi, distribusi pangan dan teknologi
produksi pangan.
Untuk
itu, ujar dia, yang bakal menggantikan posisi Komisaris tersebut adalah Wamenhan
selanjutnya.
Di
tempat terpisah, Koordinator Nasional Destructive
Fishing Watch (DFW), Moh Abdi Suhufan, merekomendasikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan baru,
Sakti Wahyu Trenggono, untuk segera melakukan evaluasi terkait regulasi lobster
yang dikeluarkan KKP.
"Sebaiknya
lakukan evaluasi cepat Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
12/2020," kata Moh Abdi Suhufan.
Menurut
Abdi Suhufan, evaluasi itu penting agar tabulasi masalah terkait pengelolaan
lobster di Tanah Air menjadi jelas, sehingga pengambilan keputusan akhir juga bisa obyektif.
Ia
berpendapat bahwa bila hasilnya ternyata menunjukkan mudarat yang lebih besar,
maka ekspor benih lobster wajib dihentikan dan fokus kepada kegiatan budidaya
dalam negeri.
Sebagaimana
diwartakan, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S
Langkun, menyatakan, ekspor benih lobster memiliki permasalahan dari segi hulu
hingga ke hilir.
Menurut
Tama, sejumlah permasalahan hulu seperti dalam perizinan, antara
lain terkait kuota, dan berdasarkan informasi dari pelaku usaha yang datang ke
ICW, ada perusahaan yang memenuhi persyaratan tetapi tidak mendapatkan izin
ekspor.
Dari
segi hilir, lanjutnya, antara lain adanya penentuan satu perusahaan kargo saja
yang memonopoli upaya-upaya untuk melakukan ekspor benih lobster.
Sebelumnya,
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara),
Susan Herawati, menyebut, Trenggono harus segera mencabut
peraturan-peraturan menteri yang bermasalah.
Salah
satu Peraturan Menteri (Permen) yang dianggap bermasalah adalah Permen KP Nomor
12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan
di Wilayah RI.
"Sebetulnya
kita menantang Menteri baru mencabut Permen yang bermasalah, salah satunya
lobster. Karena di situ adalah sarangnya korupsi. Kita juga tahu dari sisi hulu
hingga hilir semuanya ada unsur korupsinya," kata Susan kepada wartawan.
Susan
mengatakan, Menteri baru harus fokus pada pembesaran benih lobster di
dalam negeri, bukan ekspor.
"Jangan
bicara dulu soal ekspor benih lobster, yang kita dorong soal pembesaran. Jadi
mending dicabut dulu (Permen 12/2020)," ucap Susan.
Peraturan
menteri yang dinilai bermasalah lainnya adalah Permen KP Nomor 59 Tahun 2020
tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas.
Beleid
tersebut mengatur tentang pembagian jalur laut dengan menggunakan alat tangkap
ikan yang kerap disebut merusak lingkungan, seperti cantrang dan dogol.
Dia pun
menantang Menteri baru untuk bisa memposisikan diri mendukung penuh
nelayan dan perempuan nelayan yang selama ini berada di wilayah-wilayah konflik
karena terjadinya penjualan pulau.
Kemudian,
Menteri baru diharapkan bisa mengikuti amanat UU Nomor 7 Tahun
2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan nelayan.
"KKP
lahir karena nelayannya ada. Kalau kemudian dia (Menteri baru) tidak bisa berdiri
atas nama kedaulatan dan kesejahteraan, seharusnya tidak menjadi Menteri,"
pungkas dia. [yhr]