WahanaNews.co | Menteri Pertanian (Mentan),
Syahrul Yasin Limpo, menyatakan, kebijakan impor beras 1 juta ton baru bersifat
wacana.
Hingga
saat ini, belum ada realisasi dari kebijakan impor beras.
Baca Juga:
Ombudsman RI: Pemerintah Diminta Kaji Ulang Kebijakan Impor Beras
Hal itu
diungkapkannya dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI. Saat itu, Syahrul didesak untuk
menyetujui atau menolak keputusan dari impor beras tahun ini.
"Secara
jujur ingin saya katakan kepada forum ini bahwa rencana impor itu baru dalam
wacana, dan saya sama sekali belum pernah melihat ada sebuah keputusan yang
pasti terhadap itu," ujar Syahrul dalam rapat, Kamis (18/3/2021).
Namun,
Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, menyanggah dengan mengatakan bahwa pemerintah bakal
melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum
of Understanding - MoU) untuk impor beras pada pekan depan.
Baca Juga:
Pemerintah Bakal Impor 3 Juta Ton Beras di 2024
"Akhir
bulan ini akan diadakan MoU antara pemerintah Republik Indonesia dengan
pemerintah Thailand," kata dia.
Diketahui,
berdasarkan pemberitaan Bangkok Post,
pemerintah Indonesia dan pemerintah Thailand akan meneken MoU jual-beli beras
Thailand sebanyak 1 juta ton pada akhir Maret 2021. Ini merupakan kesepakatan
antar-pemerintah (G2G).
Terkait
hal tersebut, Syahrul mengatakan dirinya tak tahu-menahu.
Menurut
dia, Kementan tak punya kedudukan hukum atau legal standing untuk menolak rencana tersebut.
Sebab,
penugasan impor bukan kepada Kementan.
Ia menegaskan,
Kementan bertugas untuk memastikan stok pangan terjaga, termasuk beras, di
sepanjang tahun ini, khususnya pada masa bulan puasa dan Lebaran.
Berdasarkan
progonosa Kementan, stok beras hingga Mei 2021 diperkirakan mencapai 24,90 juta
ton, didorong hasil panen raya sepanjang Maret-April.
Sementara
kebutuhan beras nasional diproyeksi mencapai 12,33 juta ton.
Artinya,
neraca beras hingga akhir Mei akan surplus sebesar 12,56 juta ton.
Meski demikian,
Syahrul menyatakan, pihaknya tak bisa mengambil sikap secara tegas menolak atau
menyetujui impor beras.
Ia
hanya memastikan bahwa penyerapan gabah petani harus diutamakan untuk mencukupi
kebutuhan beras nasional.
"Upaya
penyerapan gabah, saya lebih cenderung itu yang didahulukan, yang harus
dimaksimalkan oleh pemerintah. Barulah selanjutnya sekiranya tidak dilakukan
impor pada saat-saat kita panen raya," kata dia.
"Jadi
kalau penindakan langsung Kementan, penolakan dan lain-lain, saya tidak ada legal standing, saya minta maaf,"
imbuh Syahrul.
Dalam
kesimpulan rapat tersebut, Komisi IV DPR RI menyatakan menolak rencana
pemerintah untuk importasi beras sebanyak 1 juta ton, baik pada saat panen raya
maupun saat stok beras dalam negeri melimpah. [qnt]