WahanaNews.co | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi isu aliran uang kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe ke Organisasi Papua Merdeka (OPM).
"Terkait aliran uang, kami mengumpulkan alat bukti, pasti follow the money. Jadi, uang itu alirannya pasti kemudian kami telusuri, kami kaji dari sisi apakah bisa diterapkan Pasal-pasal lain selain Pasal suap dan gratifikasi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri ketika menjawab pertanyaan salah seorang wartawan terkait dugaan aliran uang Lukas ke OPM, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/1).
Baca Juga:
OTT Jelang Pilkada Bengkulu, Relawan: KPK Seperti Kurang Kerjaan
Juru bicara berlatar belakang jaksa ini menyampaikan setiap informasi yang berkembang pasti didalami, termasuk kemungkinan pengalihan atau penyamaran aset dari hasil tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Lukas.
"Kami pastikan KPK juga telusuri aliran uangnya dalam bentuk perubahan aset-aset atau ke mana aliran uang itu diberikan kepada pihak lain setelah diduga diterima oleh tersangka LE [Lukas Enembe] ini," ujarnya.
"Kami pastikan juga didalami sehingga kemungkinan apakah bisa diterapkan ketentuan Undang-undang lain seperti TPPU [Tindak Pidana Pencucian Uang]. Ini juga menjadi kajian kami di depan," kata Lukas.
Baca Juga:
KPK Ungkap Drama OTT Gubernur Bengkulu, Dikejar 3 Jam Hingga Pakai Rompi Polantas
Lukas diproses hukum oleh KPK atas kasus dugaan suap dan gratifikasi. Dia telah ditahan selama 20 hari pertama hingga 30 Januari 2023.
Lukas disebut menerima suap Rp1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka terkait pengadaan proyek infrastruktur di Dinas PUTR Pemprov Papua. Rijatono pun sudah ditahan KPK.
Lukas juga diduga menerima gratifikasi Rp10 miliar. Namun, KPK belum mengungkap pihak-pihak pemberi gratifikasi tersebut.
Atas perbuatannya, politikus Partai Demokrat itu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sementara Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 UU Tipikor. [rgo]