WahanaNews.co | Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej menyebut pasal-pasal perzinaan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) antara satu negara dengan negara lainnya tidak bisa dibanding-bandingkan.
"Berbicara soal pasal-pasal kejahatan kesusilaan jangan dibanding-bandingkan. Amerika Serikat tidak bisa bandingkan dengan Indonesia," ujar Edy di acara CNNIndonesia TV, Kamis (8/11).
Baca Juga:
Kasus Dugaan Suap Eks Wamenkumham Eddy Hiariej KPK Tegaskan Tetap Proses
Menurutnya, negara-negara asing harus tetap menghormati apa yang telah menjadi keputusan dari pemerintah dan DPR dalam pengesahan KUHP baru.
Sementara tugas dari pemerintah dan DPR selaku pembentuk UU adalah menjelaskan sejelas-jelasnya muatan dari KUHP baru tersebut.
"Bahwa ada kekhawatiran asing dari Amerika dan Australia, tugas kita pembentuk UU adalah menjelaskan sejelas-jelasnya," katanya.
Baca Juga:
Soal Penetapan Tersangka Eddy Hiariej Tidak Sah, Menkumham Angkat Suara
Ia mencontohkan soal pasal kohabitasi atau perzinaan yang ramai menjadi pembicaraan. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif agar para pelaku industri pariwisata tidak risau. Pasalnya pidana perzinaan merupakan delik aduan.
"Kita sedang susun penjelasan resmi soal industri pariwisata dan asing. Pertama, KUHP ini enggak langsung berlaku, masih ada tiga tahun dan yang lebih penting termasuk asosiasi hotel di Indonesia," katanya.
"Pasal ini tidak perlu dikhawatirkan karena penerapannya enggak mungkin dengan penggerebekan," tambah Edy.
Untuk diketahui, DPR resmi mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang pada Selasa (6/12). Pengesahan itu dilakukan di tengah penolakan publik yang menilai KUHP baru itu memuat banyak pasal kontroversial dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) hingga kebebasan berpendapat.
Sorotan itu juga tidak terlepas datang dari media internasional yang menurut mereka, KUHP baru Indonesia semakin menyentuh ranah pribadi dan urusan rumah tangga individu, terutama soal pasal perzinaan.
Selain itu, beberapa media asing juga mengkritik hukuman terhadap penghina presiden dan lembaga negara yang dinilai melanggar ideologi Pancasila itu sendiri. [rgo]