WahanaNews.co, Jakarta - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim mengungkapkan angka kekerasan terhadap jurnalis perempuan berdasarkan Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 yang dirilis Yayasan Tifa sebagai bagian dari Konsorsium Jurnalisme Aman berkolaborasi dengan lembaga survei Populix memperlihatkan kondisi memprihatinkan, sehingga perlu diintervensi.
"Kalau kita cek di hasil riset, korbannya sebagian besar adalah teman-teman jurnalis perempuan. Padahal, jurnalis perempuan dalam riset ini jumlahnya sangat sedikit. Artinya, ada persoalan serius di dunia pers kita yang tidak membuat teman-teman jurnalis perempuan di Indonesia menjadi lebih aman," kata Sasmito di kawasan Menteng, Jakarta, melansir Antara, Jumat (29/3/2024).
Baca Juga:
Pengeroyokan Jurnalis CNN Indonesia di Papua Dikecam AJI
Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa upaya intervensi diperlukan agar terjadinya perubahan di masa depan.
Sementara itu, ia juga menyoroti kurangnya standar operasional prosedur (SOP) yang terdapat pada perusahaan-perusahaan pers di Indonesia.
"Perusahaan-perusahaan pers yang ada SOP kekerasan seksual itu bisa dihitung jari, termasuk di Dewan Pers periode sebelumnya, belum ada SOP kasus kekerasan terhadap jurnalis. Baru di periode sekarang dibuat SOP, dan mudah-mudahan bisa diadopsi perusahaan-perusahaan pers," ujarnya.
Baca Juga:
AJI Lapor ke Polda Metro Jaya Usai Akun Instagramnya Diretas
Sebelumnya, dalam Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 tersebut, Yayasan Tifa dan Populix mengungkapkan 45 persen jurnalis dari 536 responden mengaku mengalami kekerasan saat bekerja selama 2023.
Kemudian, dari 33 persen responden jurnalis perempuan atau 175 orang, terdapat 49 persen yang mengaku pernah mendapatkan kekerasan saat bekerja pada 2023.
Sebelumnya, Yayasan Tifa bersama Populix merilis Indeks Keselamatan Jurnalis 2023, yang disebut mencapai angka sebesar 59,8 dari 100 atau termasuk kategori agak terlindungi.