WahanaNews.co | Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai selama ini wewenang Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terlalu besar.
Ia mengatakan dengan pangkat jenderal bintang dua, Kadiv Propam bisa jadi seperti jenderal bintang lima.
Baca Juga:
Perang Melawan Narkoba: Polda Sumut Ungkap 32 Kasus dan Sita 201 Kg Sabu, 272 Kg Ganja serta 40.000 butir Ekstasi
"Itu yang menyebabkan di Propam itu meski hanya bintang dua, tapi itu bisa bintang lima. Karena yang di bawahnya ada di dia [Kadiv Propam] semua," kata Mahfud di kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored dikutip Kamis (18/8).
Propam Polri merupakan unsur pengawas dan pembantu bidang pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal di bawah Kapolri.
Fungsi Propam yaitu sebagai penegak disiplin dan ketertiban di lingkungan Polri. Mereka juga bertugas melayani aduan masyarakat tentang tindakan anggota Polri.
Baca Juga:
Curah Hujan Tinggi Picu Banjir di Tapteng, Ratusan Rumah Terendam
Mahfud pun berpendapat perlu ada pembagian kewenangan yang lebih merata. Menurutnya, tidak boleh ada kesenjangan wewenang dalam tubuh kepolisian.
"Misalnya di Propam itu divisi-divisinya serupa itu dipisah. Ada yang mengatur, memeriksa, menghukum, mengeksekusi. Kalau sekarang kan ada di satu tangan, hanya dibantu oleh orang. Dia juga yang buat aturan, dia juga yang memeriksa," ucap dia.
Karena itu, Mahfud mengatakan perlu ada reformasi di tubuh kepolisian. Ia berkata reformasi itu tidak perlu dengan merevisi UU tentang kepolisian atau menempatkan lembaga itu di bawah kementerian, tetapi cukup perubahan internal dan terbatas.
Mahfud menjelaskan pembenahan secara internal dapat dilakukan mulai dari pendanaan sampai rekrutmen pemimpin. Ia pun mencontohkan soal rekrutmen Sekolah Staf dan Pimpinan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Sespim) Polri.
"Itu kan isunya ramai lah, saya sebagai orang dalam, sulit sekali di sana kalau bukan kelompoknya A mau ikut Sespim itu enggak bisa," ujar Mahfud.
"Sesudah ikut pun susah banget di sana itu, biaya banyak dan macam-macam," imbuhnya.
Menurutnya, rekrutmen taruna atau pendidikan untuk anggota kepolisian perlu diatur ulang. Ia menegaskan rekrutmen harus terbuka.
Bekas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo bersama tiga orang lainnya saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang merupakan salah satu ajudannya.
Mereka dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 KUHP terkait dugaan pembunuhan berencana.
Saat awal kasus diungkap, Brigadir J disebutkan tewas dalam insiden baku tembak dengan Bharada Richard Eliezer--sesama ajudan Sambo. Baku tembak itu dipicu dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Sambo.
Namun, belakangan kronologi peristiwa itu terbantahkan. Sambo disebut membuat skenario soal pembunuhan Brigadir J.
Bertalian dengan itu, inspektorat khusus telah memeriksa 63 personel Polri terkait dugaan ketidakprofesionalan dalam menangani kasus kematian Brigadir J yang terjadi di rumah dinas Sambo. Sebanyak 35 personel Polri dinyatakan diduga melanggar etik. [rin]