WahanaNews.co | Direktur Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty
Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono, mengatakan, bagi keluarga miskin perokok, rokok telah
menjadi kebutuhan dasar setara dengan kebutuhan pangan.
Pengeluaran
untuk rokok bagi keluarga miskin menjadi prioritas mencapai Rp 400.000 per
bulan, dan tidak tergeser bahkan ketika pandemi Covid-19 menerpa.
Baca Juga:
Buntut Panjang Perselisihan Poltracking dan Persepi: Data Survei hingga Target Sanksi
"Pengeluaran
rokok keluarga miskin setara dengan sepertiga pengeluaran untuk makan
sehari-hari dan 2,5 kali lebih besar dari tagihan listrik," ungkap Yusuf, dalam
keterangan tertulis, Kamis (1/7/2021).
Sementara,
profil keluarga miskin perokok rata-rata berpendidikan tamatan SMP dengan
besaran 75 persen dan berprofesi sebagai pedagang, buruh bangunan, buruh lepas,
dan bekerja serabutan.
"Secara
ironis, 17,9 persen dari kepala keluarga miskin dengan perokok, berstatus tidak
bekerja," kata Yusuf.
Baca Juga:
Edy-Hasan Kandas di Survei, PDIP Banyak Pilih Paslon Bobby-Surya
Kemampuan
perokok miskin untuk terus merokok bahkan di masa pandemi banyak terdorong oleh
harga rokok yang murah sehingga terjangkau oleh kelompok miskin.
Selain
itu juga distribusi penjualan yang masif nyaris tanpa batas, di mana sebagian
besar jalur distribusi rokok dilakukan melalui jalur ritel tradisional.
"Penjualan
jalur ritel tradisional ini tidak hanya menjual rokok per bungkus namun juga
secara ketengan (per batang), yang kian memudahkan perokok muda dan perokok
termiskin sekalipun untuk tetap terus merokok," imbuh dia.
Yusuf
berpendapat, pengeluaran utama keluarga miskin nonperokok secara umum lebih
rendah dari keluarga miskin perokok.
Namun,
dengan tidak adanya beban pengeluaran rokok, keluarga miskin nonperokok dapat
memfokuskan belanja keluarga pada kebutuhan utama.
Proporsi
pengeluaran keluarga miskin nonperokok untuk pangan, sewa rumah dan pendidikan
anak secara konsisten lebih tinggi dari keluarga miskin perokok, baik sebelum
maupun saat pandemi.
Dari
komparasi pengeluaran keluarga miskin perokok dan nonperokok ini juga terlihat
bahwa untuk bisa merokok dibutuhkan daya beli yang cukup memadai.
Namun
demikian, terdapat kasus keluarga miskin perokok tidak memiliki pengeluaran
rokok sama sekali, di mana konsumsi rokok sepenuhnya bergantung pada pemberian
orang lain.
"Menjadi
terlalu miskin akan menghalangi seseorang untuk menjadi perokok. Dengan adanya
pengeluaran rokok yang signifikan, pengeluaran keluarga miskin perokok lebih
tinggi hingga 20 persen dari pengeluaran keluarga miskin nonperokok, baik
sebelum maupun di saat pandemi," sebut Yusuf. [qnt]