WahanaNews.co | Bupati Kepulauan Meranti M Adil mengungkapkan rasa kecewanya pada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Lucky Alfirman dengan mempertanyakan orang di Kemenkeu berisi iblis ataukah setan.
Mulanya, hal itu disampaikan saat rapat koordinasi Pengelolaan Pendapatan Belanja Daerah se Indonesia di Pekanbaru pada Kamis (9/12).
Baca Juga:
Pemerintah Sulbar Terima DBH Sawit Rp36,9 Miliar dari Pusat Tahun 2024
Hadir dalam kesempatan itu Staf Ahli Mendagri Bidang Ekonomi Pembangunan, Laode Ahmad; Gubernur Riau Syamsuar; Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni.
Melalui sesi tanya jawab, Adil bertanya soal dana bagi hasil (DBH) minyak di Kepulauan Meranti kepada Kemendagri dan Kemenkeu.
Adil mengatakan Meranti memproduksi 8 ribu barel minyak per hari, namun dirinya tidak mendapat penjelasan lebih detail soal penerimaan daerah yang diterima.
Baca Juga:
Gelontorkan Rp8,3 Triliun, Sri Mulyani Berharap Kemiskinan di Madura Berkurang
Ia makin kesal karena karena permintaan untuk berdiskusi dengan Kemenkeu justru ditawarkan lewat online atau virtual. Menurutnya, respons itu berbeda saat dia ingin berdiskusi langsung pada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di Jakarta beberapa waktu lalu.
"Ini untuk pak Dirjen ketahui, berulang kali saya sampai tiga kali menyurati ibu menteri (Menkeu Sri Mulyani) untuk audiensi. Tapi alasannya Menteri Keuangan mintanya online, online, online. Kalau dituntut untuk pendapatan bertambah, untuk kami sudah bertambah cukup besar. Kami ngadu ke Kemendagri kok bisa offline," katanya, dilansir dari detikcom.
Adil mengaku tahun 2022 ini DBH minyak dapat hanya Rp114 miliar dengan hitungan US$60/barel pada perencanaan pembahasan APBD. Namun, pada pembahasan APBD 2023 direncanakan naik usai mengikuti nota pidato Presiden Joko Widodo di mana 1 barel bernilai US$100 setara Rp1.560.300 (asumsi kurs Rp15.603).
"Kemarin waktu zoom dengan Kemenkeu tidak bisa menyampaikan dengan terang. Didesak, desak, desak barulah menyampaikan dengan terang bahwa 100 dollar/barel," katanya.
"Sampai ke Bandung saya kejar Kemenkeu, juga tidak dihadiri oleh yang kompeten. Itu yang hadiri waktu itu entah staf atau apalah. Sampe pada waktu itu saya ngomong 'Ini orang keuangan isinya ini iblis atau setan'," kata Adil.
Perhitungan DBH
Masih merasa tak puas, Adil pun mengejar perwakilan Kemenkeu dalam rapat koordinasi nasional di Pekanbaru. Namun justru ia mendapati adanya perbedaan hitungan DBH dari hasil minyak bumi di Meranti.
"Hari ini pak, saya kejar lagi bapak ke sini (Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Lucky Alfirman). Saya mau tahu kejelasannya, apakah penyusunan APBD 2023 pakai asumsi yang mana, 60 dolar atau 80 dolar yang bapak sampaikan atau 100 dolar sesuai pidato Pak Jokowi yang benar. Ini ada tiga saya cermati tadi," kata Adil.
Emosi Adil makin memuncak hingga akhirnya ia minta diberikan surat agar tak ada lagi pengeboran minyak di Meranti. Menurutnya, tak masalah jika daerahnya tidak ada pengeboran minyak bumi.
Menurutnya, saat ini ada 13 sumur minyak yang dibor sepanjang tahun ini. Sementara tahun depan akan bertambah menjadi 19 sumur dengan target 9.000 barel/hari.
"Saya berharap nanti bapak keluarkan surat untuk penghentian pengeboran minyak di Meranti. Jangan diambil lagi minyak di Meranti itu, nggak apa-apa, kami juga masih bisa makan. Dari pada uang kami dihisap sama pusat," kata Adil tegas.
Lebih jauh, ia memaparkan data bahwa di Riau memiliki populasi 25,68 persen orang miskin plus ekstrem. Sebagian besar di antaranya berada di Meranti. Melihat data ini, Adil mempertanyakan pada Kemenkeu yang hanya mengebor minyak di Meranti namun dianggap tidak memberikan DBH sesuai. [rds]