WahanaNews.co | Bupati Meranti M Adil mendesak pemerintah pusat menghentikan pengeboran minyak di wilayahnya. Permintaan itu ia sampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengelolaan Belanja dan Pendapatan Daerah se-Indonesia pada Kamis (8/12) lalu.
Ia mengatakan permintaan dilatarbelakangi oleh pembagian dana bagi hasil tambang di daerahnya. Ia mengatakan semenjak 1973 di Meranti ada 222 sumur minyak.
Baca Juga:
Monitor Gudang Logistik Pemilu di Meranti, Ketua KPU Asahan Ingatkan Petugas Soal SOP Pengamanan
Pada tahun ini sumur itu bertambah 13 dan pada 2023 mendatang naik lagi 19. Tapi tambahnya, keberadaan sumur minyak itu tidak dinikmati oleh masyarakat di daerahnya.
Hal itu katanya bisa dilihat dari tingkat kemiskinan di Meranti. Ia mengatakan sekarang ini terdapat 25,68 persen penduduk miskin ekstrim di Riau.
"Itu sebagian besarnya di Meranti," katanya.
Baca Juga:
Pertama Kali di Indonesia, M Adil Gadaikan Kantor Bupati Meranti Rp 100 Miliar ke Bank
Ia menambahkan tingginya angka kemiskinan itu salah satunya terjadi akibat minimnya manfaat yang diterima masyarakat Meranti dari pengeboran minyak itu. Meskipun per hari, produksi minyak di Meranti tembus 8.000 barel, pihaknya hanya menerima dana bagi hasil sebesar Rp114 miliar pada tahun ini.
"Minyak Meranti besar sekali, minyak tahun ini 13 sumur tahun dibor, untuk 2023 tambahannya 19 sumur. Pada 2023, satu hari targetnya 9000 barel. Kalau seandainya hasil minyak naik tapi penghasilannya menurun, saya mengharap bapak keluarkan surat penghentian pengeboran minyak di Meranti. Jangan diambil lagi minyak di Meranti. Tidak apa-apa, kami masih bisa makan daripada uang kami dihisap," katanya.
Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Alfirman merespons kemarahan Bupati Meranti M Adil soal pembagian dana bagi hasil (DBH) untuk daerahnya yang terlalu kecil.