WahanaNews.co | Majelis Rakyat Papua (MRP) menyerahkan masukan hasil keputusan kultural kepada Menko Polhukam, Mahfud MD, terkait rencana pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua.
Didampingi oleh Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Indonesia, Usman Hamid, MRP menyerahkan masukan terkait tanah ulayat dari masyarakat adat di Papua, dan ibukota provinsi baru di Papua, Jumat (5/8/2022).
Baca Juga:
Serap Aspirasi MRP Papua Barat Daya, Wamendagri: Spirit dan Koreksi yang Membangun
Mahfud yang didampingi Sesmenko Polhukam, Sekjen Kemendagri, dan seluruh eselon satu Kemenko Polhukam, merespons positif masukan-masukan yang disampaikan Timotius Murib dan kawan-kawan ini.
Mahfud menegaskan, konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia memberi perlindungan dan pengaturan yang lebih berpihak pada masyarakat adat serta hukum adat.
“Menyangkut adat, konstitusi kita memang memberi perlindungan dan pengaturan yang lebih berpihak pada masyarakat adat, bahkan hukum adat,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI itu menanggapi aspirasi masyarakat melalui MRP terkait masa depan Orang Asli Papua (OAP).
Baca Juga:
Yuliana Kawei Jaring Aspirasi Perempuan Manokwari Selatan
Mengenai masukan terkait Otonomi Khusus atau Daerah Otonomi Baru (DOB), Mahfud menegaskan kebijakan publiknya sifatnya sudah implementatif, bukan lagi alternatif.
Karena sifatnya implementasi, menurut Menko Polhukam, maka masih bisa saling memberi dan menerima masukan, terutama masukan ini banyak yang menyangkut adat.
Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib menjelaskan, pihaknya mendukung sepenuhnya kegiatan pemerintah.
Terkait DOB khususnya terkait penetapan tiga ibu kota daerah baru, meski masih pro dan kontra, pada prinsipnya menerima dengan berbagai catatan.
“Kami lihat situasi masyarakat akar rumput di Merauke dan Nabire, pada prinsipnya mereka menerima itu dengan berbagai catatan, khususnya di Wamena ini perlu menjadi perhatian kita semua, dimana pencanangan ibu kota ini penting sekali untuk melakukan semacam pendampingan oleh MRP dan tim dari pemerintah, supaya masyarakat bisa menerima,” ujar Murib.
Mahfud mencatat berbagai masukan dari MRP yang dianggapnya penting. Karena itu, Mahfud meminta kepada Sekjen Kemendagri untuk menindaklanjuti beberapa poin penting.
"Soal ibukota, Nabira, Marauke dengan catatan tadi, perlu diskusi lebih lanjut, nanti disampaikan ke Mendagri. Agar itu diolah sebagai aspirasi agar dicarikan jalan tengah, yang penting ini sifatnya sudah implementatif, bukan lagi alternatif," jelas Mahfud.
Ketua dan Wakil Ketua MRP juga memberikan apresiasi atas upaya pemerintah terkait dialog perdamaian Papua, yang dilakukan oleh Komnas HAM.
Hal tersebut menurut Timotius, mendapat respons baik dari masyarakat Papua.
“MRP memberikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi tingginya, ada kebijakan dari pemerintah melalui Komnas HAM yang menggagas dialog perdamaian Papua. Ini sangat penting, MRP mendukung itu dan direspons baik oleh masyarakat kita di akar rumput,” ujarnya.
Di akhir pertemuan, Usman Hamid mengusulkan agar dibentuk tim di bawah Kemenko Polhukam untuk penanganan pengungsi, semacam suatu pencarian fakta.
"Bukan untuk mencari tahu siapa yang salah atau menyalahkan pihak tertentu, tapi untuk mengetahui apa yang dibutuhkan oleh para pengungsi, mengindentifikasi kebutuhannya dan menunjuk instansi-instansi terkait untuk penanganan masing-masing kebutuhan dari pengungsi tersebut," pungkas Usman Hamid, sembari mengapresiasi inisiasi Komnas HAM yang didukung Menko Polhukam terkait dialog perdamaian untuk Papua. [rin]