WahanaNews.co | Pemerintah memiliki peran dan tanggung jawab besar memajukan energi baru dan terbarukan (EBT).
Indonesia berkomitmen mencapai Karbon Normal (Net Zero Emission) pada 2060.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Untuk menuju ke sana, ada dua sasaran antara, yakni pencapaian bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dan penurunan emisi gas ruang kaca (GRK) sebesar 29 persen pada 2030.
Adapun salah satu jenis EBT yang bisa menggantikan pembangkit tenaga uap (PLTU) sebagai pembangkit beban puncak (base-load) adalah pembangkit tenaga panas bumi (PLTP).
Sumber daya panas bumi melimpah karena Indonesia berada di kawasan gunung api (ring of fire), pasokannya stabil, dan efisiensi konversi panasnya di atas 90 persen.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Namun, masa pembangunannya lama, dan hal itu berakibat pada mahalnya harga listrik panas bumi.
Menurut Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Prijandaru Effendi, peran pemerintah terutama untuk memperpendek masa pengembangan pembangkit panas bumi agar harga jual listrik lebih murah dan feasible bagi pengembang.
“Kalau mengikuti business as usual waktu pengerjaan panas bumi bisa sampai 12 tahun. Kalau waktunya bisa dikurangi empat sampai lima tahun, itu bisa menurunkan harga jual listrik,” ujarnya kepada wartawan, Senin (18/4/2022).