"Berpolitik tanpa mahar adalah hal yang mungkin, asalkan kita membangun rekam jejak dan kontribusi nyata dalam organisasi," ungkap Chusnunia.
Ia juga menyoroti tantangan yang dihadapi dalam implementasi desentralisasi di daerah, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam dan anggaran yang semakin terpusat.
Baca Juga:
Universitas Paramadina Dorong Literasi Investasi Reksa Dana di Kalangan Mahasiswa
"Dalam pengalaman saya sebagai pemimpin di Lampung Timur, terlihat bahwa desentralisasi selama puluhan tahun ternyata tidak sepenuhnya berjalan. Secara sadar atau tidak, banyak kewenangan daerah ditarik kembali ke pusat—banyak terjadi resentralisasi." jelasnya.
Dr. M Subhi Ibrahim berbicara tentang pandangan Cak Nur terkait kepemimpinan. Ia menekankan pentingnya kepemimpinan hikmah, yaitu pemimpin yang tidak hanya taat hukum tetapi juga memiliki kebijaksanaan dalam menjalankan tugasnya.
"Kepemimpinan profetik tidak hanya soal menjalankan kekuasaan, tetapi juga membawa amanah untuk menciptakan perubahan yang positif bagi masyarakat," kata Dr. Subhi.
Baca Juga:
Dilema Kabinet Prabowo dalam Bingkai Koalisi Besar
Ia menambahkan bahwa kepemimpinan profetik bisa menjadi jalan pembaruan, terutama di daerah-daerah yang masih mengalami kesenjangan pembangunan.
Dr. rer. pol. Mada Sukmajati menyimpulkan diskusi dengan mengatakan bahwa Pilkada harus menjadi ajang lahirnya pemimpin yang memiliki integritas dan visi jangka panjang.
"Kepemimpinan profetik harus berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan dan keadilan bagi semua lapisan masyarakat," tegasnya.