WahanaNews.co | Perwakilan pekerja outsourcing (OS) di PT PLN (Persero)
mendatangi pihak manajemen PT Haleyora Powerindo (HPI) Karawang, Jawa Barat,
Rabu (5/5/2021), mempertanyakan kebijakan penyunatan besaran THR atau Tunjangan
Hari Rayanya.
Manajemen HPI berkilah, kebijakan pemotongan THR kali ini sudah sesuai
dengan Peraturan Direksi (Perdir) PLN Nomor 0219.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Namun, dalam pandangan pekerja, Perdir ini bertentangan dengan PP Nomor
78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Antara lain, ketentuan pemberian THR diatur dalam Pasal 6, yang
menyebutkan bahwa Tunjangan Hari Raya Keagamaan termasuk pada pendapatan
non-upah.
Lalu, pada Pasal 7, Tunjangan Hari Raya Keagamaan wajib diberikan oleh
pengusaha kepada buruh/pekerja, dan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelumnya.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Kemudian, soal tata cara pembayarannya, hal itu diatur dalam Pasal 3
ayat (1) huruf (a) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016, bahwa"
"Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa
kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1
(satu) bulan upah."
Selanjutnya, pada ayat (2) dijelaskan, pengertian upah 1 (satu) bulan
adalah upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih atau upah pokok termasuk
tunjangan tetap.
Regulasi itu, lanjut pekerja, dipertegas lagi dalam Surat Edaran (SE)
Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/IV/2021, tepatnya pada Nomor 2 huruf
(a), bahwa bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan
secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah.