Maka, dalam pandangan pekerja, penerapan perhitungan THR Keagamaan tahun
2021 di anak-anak perusahaan maupun vendor-vendor yang ada di lingkungan PLN,
yang mengacu pada Perdir PLN Nomor 0219 dengan hanya sebatas Upah Minimum
Kabupaten/Kota ditambah Tunjangan Masa Kerja, adalah hal yang salah dan keliru.
Pada Perdir tersebut, ada dua komponen Tunjangan Tetap, yakni Tunjangan
Kompetensi dan Delta, yang tidak dimasukkan dalam komponen perhitungan THR.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"Dalam perhitungan THR tahun 2021, perusahaan-perusahaan di lingkungan
PLN seharusnya memberikan contoh yang baik bagi perusahaan swasta lainnya," kata
Ketua Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Elektronik Elektrik (SPEE)
Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) PT HPI, Alain Alfian Taorik.
Ia pun kembali menegaskan, Perdir PLN Nomor 0219 itu cacat hukum, karena
tidak berpedoman pada peraturan di atasnya, baik PP Nomor 78 Tahun 2015,
Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, maupun SE Menaker Tahun 2021.
Dalam pertemuan itu, manajemen PT HPI Karawang, yang diwakili Wahyu
(SDM), Irawan (Manajer), dan Yayan (Supervisor Teknik), menyatakan bersedia
menjembatani aspirasi para pekerja untuk disampaikan kepada pihak pimpinan
pusat.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
"Semoga pertemuan tanggal 5 Mei ini bisa membuka mata hati manajemen PT
HPI, khususnya PT PLN (Persero) sebagai pemberi pekerjaan," kata Alain Alfian
Taorik.
Menurutnya, dalam aksi kali ini, pelayanan terhadap pelanggan PLN tetap
berjalan seperti biasa, tak ada yang mereka diabaikan.
"Namun, jika tidak ada progres lanjutannya, kita akan all out," tandasnya. [dhn]