WahanaNews.co | Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan buka-bukaan soal rahasia hujan tidak turun saat penyelenggaraan Gala Dinner G20 di Bali pada 15 November 2022 lalu.
Pemerintah, kata Luhut, menggunakan teknik modifikasi cuaca menggunakan puluhan ton garam selama forum akbar internasional itu berlangsung.
Baca Juga:
Prabowo Tegaskan Komitmen Indonesia pada Pembangunan Berkelanjutan dan Transisi Energi
"Sedikit cerita "flashback" tentang Teknik Modifikasi Cuaca untuk "outdoor event" KTT G20 2022 bagaimana sains dan teknologi yang dipadukan dengan harapan serta doa berbagai pihak berhasil membuktikannya," ujar Luhut melalui unggahan akun Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan pada Kamis (24/11).
Dalam unggahan tersebut, Luhut menceritakan saat ia mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau lokasi Gala Dinner Kepala Negara anggota dan tamu undangan KTT G20 di pelataran Garuda Wisnu Kencana (GWK) cultural park, hujan mendadak turun sangat lebat
Sembari berteduh dan mendengarkan paparan dari koordinator acara khusus even Gala Dinner G20, Wishnutama Kusubandio, ia melihat wajah presiden yang termenung.
Baca Juga:
Prabowo Ungkap RI Pindahkan Ibu Kota Karena Naiknya Permukaan Laut Naik Tiap Tahun
"Tampaknya apa yang beliau pikirkan saat itu sama dengan saya pikirkan, kami ingin acaranya nanti berlangsung meriah dan semarak. Namun bagaimana jika hujan deras seperti ini malah turun di area GWK Cultural Park tanggal 15 November malam ketika acara berlangsung?" ujarnya.
Setelah itu, ia lantas bergegas menggelar rapat dengan tim khusus yang terdiri dari BMKG, BRIN, TNI AU, Kementerian PUPR, dan pakar teknologi modifikasi cuaca, Tri Handoko Seto.
Tim tersebut mendapat tugas besar untuk memastikan agar hujan tidak turun saat gelaran Gala Dinner G20 di GWK Cultural Park.
"Selain tugas tersebut, ada pula tugas lain yang tak kalah penting, yakni mengkondisikan cuaca agar tidak turun hujan ketika para kepala negara anggota G20 berjalan ke arah Bamboo Dome, yang terletak di outdoor area The Apurva Kempinski," ujarnya.
Hari ini, sambung Luhut, ia bertemu dengan tim TMC yang dipimpin Seto untuk mengucapkan terima kasih. Ia mendengar cerita perjalanan tim melakukan perburuan awan di langit Bali.
"Beliau menyampaikan, ketika itu sebenarnya hujan sempat turun di wilayah Bali lainnya pada siang hari," ujarnya.
Menurut Seto, kata Luhut, TMC bisa dimanfaatkan secara berkesinambungan. Syaratnya, harus all out, baik dari sisi anggaran maupun teknis seperti pesawat yang digunakan tidak boleh terbang di malam hari.
"Saya kemudian berpikir, kalau melihat mata anggaran beberapa event pemerintah, memang TMC mendapat porsi anggaran yang paling kecil, padahal ini sangat penting," ujarnya.
Saat pelaksanaan Gala Dinner KTT G20, misalnya, ada 4 pesawat dari TNI AU yang ditugaskan dengan berbekal suplai data dari BMKG terkait titik mana saja yang berpotensi hujan.
"Perlu kecermatan perhitungan yang matang untuk mengetahui ketebalan awan dan berapa jumlah garam yang harus ditabur. Hal ini agar hujan yang turun tidak menyebar," ujarnya.
Saat itu, kata Luhut, ada 11 penerbangan yang membawa 29 ton garam untuk melakukan TMC. "Bisa dibayangkan berapa besar anggaran yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan operasi ini," ujarnya.
Selain itu, TMC juga bisa digunakan untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan, menurunkan hujan buatan untuk mengairi waduk sebelum musim kemarau tiba, mengantisipasi kekeringan, sampai untuk irigasi pertanian.
Melihat hal itu, Luhut menilai perlu ada lembaga khusus yang menaungi TMC di Indonesia. Hal itu seperti di Thailand, di mana lembaga khusus terkait bertanggung jawab kepada raja.
"Sebagai manusia, tugas kita hanya bekerja, hasilnya bukanlah kuasa kita. Semoga ke depan bangsa Indonesia bisa semakin menguasai teknologi ini," ujarnya.
BMKG sebelumnya memperkirakan potensi curah hujan yang cukup tinggi di wilayah Bali selama November 2022. Karenanya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi meminta untuk melaksanakan operasi TMC selama pelaksanaan KTT G20.
"TMC ini bagian dari skenario mitigasi cuaca yang dipersiapkan untuk mengantisipasi cuaca ekstrem agar gelaran KTT G20 di Bali berjalan dengan lancar dan sukses, serta semua kepala negara dan delegasi dapat melaksanakan pertemuan dengan aman dan nyaman," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Bali lewat keterangan resmi pada Rabu (16/11) lalu. [rna]