WahanaNews.co | Selama ini, bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara digunakan sebagai sumber bahan bakar dalam produksi listrik.
Padahal, hasil pembakaran bahan-bahan ini melepaskan gas-gas rumah kaca ke atmosfer, sehingga memicu terjadinya pemanasan global.
Baca Juga:
Hadir Pada General Annual Meeting di Dakar Senegal Tahun 2014, Awal Bergabungnya ALPERKLINAS Ke FISUEL International
Banyak alternatif lainya yang bisa digunakan untuk mengurangi penggunakan bahan bakar fosil.
Salah satunya adalah tenaga surya atau tenaga matahari.
Selain lebih ramah lingkungan, sinar matahari juga bisa didapatkan secara cuma-cuma, terutama di negara tropis seperti Indonesia.
Baca Juga:
Dukung Sektor Pariwisata, PLN Distribusi Jakarta Listriki Hotel Travello
Melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), energi matahari pun bisa langsung dikonversi menjadi listrik untuk digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga maupun perkantoran.
Sayangnya, minat masyarakat akan penggunaan PLTS masih rendah.
Alasan utamanya, karena panel solar dipatok dengan harga mahal, sehingga masyarakat lebih memilih menggunakan listrik secara konvensional.
Untuk mewujudkan lingkungan masyarakat yang lebih ramah lingkungan, tentu harus ada intervensi dari pihak pemerintah.
Salah satunya dengan memberikan subsidi PLTS pada rumah-rumah bersubsidi.
International and Government Relations Director Green Building Council Indonesia (GBC Indonesia), Tiyok Prasetyo Adi, dalam wawacaranya bersama wartawan, Rabu (15/9/2021), mengatakan, pemberian subsidi PLTS bisa menjadi bagian dari subsidi rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Lewat rumah subsidi, seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), pemerintah juga bisa memberikan subsidi berupa pemasangan panel surya. Tentu ini akan berdampak baik dalam jangka panjang,” jelas Tiyok.
Menurutnya, penggunaan panel surya di Indonesia masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya.
“Jika kita bandingkan dengan negara tetangga seperti Vietnam atau Singapura, kita tertinggal jauh. Karena di sana, mereka sudah mengarah ke green production,” tambah Tiyok.
Pemasangan awal PLTS memang jauh lebih mahal dibandingkan dengan listrik konvensional.
Namun, untuk jangka panjang, biaya operasional listrik akan menurun drastis. [dhn]