Versi Kodam XII: Ini Kronologi 15 WNA China Serang Prajurit TNI di Tambang Emas Ketapang
WAHANANEWS.CO, Ketapang – Sejumlah Warga Negara Asing (WNA) asal China bentrok dengan sejumlah prajurit Batalyon Zeni Tempur 6/Satya Digdaya (Yonzipur 6/SD) di area tambang emas PT Sultan Rafli Mandiri (PT SRM), Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Kejadian tersebut dibenarkan Kodam XII Tanjungpura.
Baca Juga:
Korupsi Rp556 Miliar Eks Menteri Olahraga China Dihukum Mati & Semua Harta Dirampas Negara
Melansir Kompas.com, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XII Tanjungpura, Kolonel Inf Yusub Dody Sandra, menyampaikan peristiwa tersebut terjadi pada Minggu (14/12/2025) sekitar pukul 15.40 WIB.
Saat itu, prajurit Yonzipur 6/SD sedang melaksanakan kegiatan Latihan Dalam Satuan di wilayah tersebut.
Menurut Yusub, insiden bermula dari laporan petugas keamanan PT SRM terkait adanya aktivitas drone yang tidak dikenal terbang di sekitar area latihan. Empat prajurit kemudian mendatangi lokasi yang diduga menjadi titik pengoperasian drone tersebut.
Baca Juga:
Rombongan Pengusaha China Bertandang ke IKN, Melihat Kondisi Terkini Beri Respons Tak Terduga
KKB Bakar Rumah dan Tembak Mati Warga di Asmat Artikel Kompas.id Di lokasi, prajurit menemukan empat WNA yang diduga mengendalikan drone. Saat dilakukan upaya klarifikasi, sejumlah WNA lainnya datang ke lokasi sehingga total terdapat 15 orang.
“Dalam situasi tersebut kemudian terjadi tindakan penyerangan terhadap prajurit kami,” kata Yusub dalam keterangan tertulis yang diterima Selasa (16/12/2025).
Yusub menyebutkan, berdasarkan laporan awal, penyerangan tersebut diduga dilakukan menggunakan berbagai benda yang berpotensi membahayakan, termasuk senjata tajam, airsoft gun, dan alat setrum.
Prajurit hindari eskalasi Menghadapi situasi yang dinilai berisiko dan berpotensi menimbulkan eskalasi, para prajurit mengambil langkah taktis dengan menghindari konfrontasi lebih lanjut.
Mereka kembali ke area perusahaan untuk mengamankan diri serta melaporkan kejadian kepada komando atas.
Diamankan Imigrasi
Akibat insiden tersebut, dilaporkan terjadi kerusakan pada satu unit kendaraan operasional perusahaan jenis Toyota Hilux serta satu unit sepeda motor milik karyawan PT SRM.
Penyelidikan masih berlangsung Kodam XII Tanjungpura menyatakan masih melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap secara menyeluruh kronologi kejadian, termasuk motif penyerangan dan tujuan penerbangan drone di area tersebut.
“Seluruh fakta dan keterangan masih kami dalami,” tutup Yusub.
Kapolres Ketapang AKBP Muhammad Harris juga mengatakan, pihak kepolisian masih melakukan klarifikasi dengan pihak-pihak terkait untuk mendalami peristiwa tersebut.
“Sementara kami masih melakukan proses klarifikasi dengan pihak-pihak terkait. Selain itu, kami juga berkoordinasi dengan pihak Imigrasi untuk menindaklanjuti pendataan terhadap WNA yang diduga melakukan penyerangan,” kata Harris saat dihubungi Kompas.com, Senin (15/12/2025).
Klarifikasi Perusahaan Tambang
PT Sultan Rafli Mandiri (SRM) angkat bicara soal 15 WNA asal China yang diduga menyerang 5 personel TNI dan satu warga sipil.
Para WNA itu merupakan karyawan perusahaan, dan PT SRM pun membantah ada penyerangan dan mempertanyakan kehadiran aparat TNI di kawasan tambang.
Direktur Utama PT Sultan Rafli Mandiri (SRM), Li Changjin, membenarkan jika ada staf teknis PT SRM berkewarganegaraan Tiongkok yang mengoperasikan drone di area tambang.
Meski begitu, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (16/12/2025), Li Changjin menegaskan pihaknya membantah tudingan bahwa staf tersebut melakukan penyerangan terhadap anggota TNI.
Ia mengklaim penerbangan drone dilakukan di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT SRM dan bukan merupakan kawasan militer atau area terlarang. Li Changjin menyebut drone dan telepon seluler milik staf teknis tersebut sempat disita. Sementara rekaman di dalam perangkat dihapus, sebelum akhirnya dikembalikan.
“Pada saat kejadian, staf teknis kami merasa ketakutan karena perlengkapan mereka langsung disita. Kami juga tidak mengetahui kepentingan pihak tertentu berada di lokasi tersebut,” ujar Li Changjin.
Menanggapi tudingan bahwa staf teknis WNA membawa senjata tajam, airsoft gun, maupun alat setrum, Li membantah keras narasi tersebut. Ia menegaskan tidak ada bukti yang mendukung tuduhan itu.
“Staf teknis kami tidak pernah melakukan tindakan ilegal, termasuk perusakan kendaraan atau membawa senjata,” ungkap Li Changjin.
[Redaktur: Alpredo Gultom]