WahanaNews.co | Akhir-akhir ini warganet Indonesia dihebohkan dengan viralnya video santri yang menutup telinga dari suara musik di area vaksinasi. Wakil Sekjen MUI, M Ziyad, pun buka suara.
Menurutnya, diperlukan konteks lebih dalam untuk menyikapi video tersebut dan jangan langsung disalah artikan sebagai paham radikal pelarangan musik.
Baca Juga:
Kapolres Rohil Siap Ciptakan Pilkada Damai dan Bangun Sinergitas Bersama MUI
"Di dalam berita itu, tidak dijelaskan di mana posisi santri itu. Ini perlu juga di-clear-kan," ujar Ziyad, Selasa (14/9/2021).
Diketahui, dalam video yang beredar dan dibagikan di sosial media, terlihat sekelompok orang yang disebut sebagai santri menutup kuping. Si perekam yang diduga merupakan guru atau ustaz menyebut bahwa mereka menutup telinga karena ada alunan musik di lokasi.
Namun, tidak jelas kapan dan di mana lokasi kejadian tersebut. Tidak disebutkan juga dari mana asal santri-santri tersebut.
Baca Juga:
Palu Berzikir: Pemkot Palu Peringati 6 Tahun Gempa, Tsunami, dan Likuefaksi
Meski belum mengetahui jelas perkara sesungguhnya, Ziyad mengaku bahwa dia adalah pengajar dari Tahfiz Alquran, atau penghafal alquran. Menurutnya, para santri dijaga hafalannya agar tidak terpengaruh oleh hal-hal lain.
"Anak santri ini memang dijaga betul hafalan alqurannya termasuk jangan sampai mendengarkan hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi hafalan-nya. Itu salah satunya itu adalah musik. Suara-suara, nggak hanya musik saja gitu," ujarnya.
Menurut Ziyad, penghafal alquran memang perlu menjaga hafalannya. Mereka memiliki masalah jika mendengarkan musik, dan musik itu yang akhirnya menempel dalam ingatan.
"Mohon maaf kalau mau jauh, Imam Syafi'i, kalau pergi ke masjid, telinga disumpal dengan kapas. Apa tujuannya, dia tidak ingin dengar apapun selama perjalanan dari rumah ke masjid. Saking cerdas beliau, hanya mendengar itu beliau hafal di pikiran dia. Takut tercampur dengan hafalan hadis, fikih dll. Kita harus proporsional, jernih melihat itu," katanya.
Ziyad malah memberikan perhatian pada panitia vaksinasi. Apakah mereka tahu bahwa yang akan divaksin adalah penghafal alquran.
"Maka justru seharusnya saya bertanya, apakah panitia pelaksana vaksinasi lihat siapa pesertanya. Harusnya menghormati, kalau peserta para santri, penghafal Alquran, maka musik harus dimatikan kalau kita hormati itu. Sebab ada ada santri yang terganggu hafalan-nya makanya santri kemudian menutup telinga," katanya.
Kemudian, dia pun menyayangkan orang-orang yang berbuat nyinyir terhadap santri tanpa mengetahui duduk perkara. Soal musik ini, menurut Ziyad, bukan hanya soal hukum haram musik.
"Jangan lantas terburu-buru menilai mereka mengharamkan musik. Tidak. Meskipun di kalangan para ulama, terjadi perdebatan pandangan ada yang mengharamkan musik secara mutlak," ujarnya.
"Mengapa? karena musik dapat mengantarkan menuju kepada kemaksiatan. Tapi ada yang mengatakan ulama muslim boleh kalau menjadi wasilah untuk berdakwah," katanya.
Dia pun menyayangkan kelompok orang yang memberi label radikal kepada para santri tersebut. Dia yakin, para santri itu hanya sedang menjaga hafalannya.
"Jangan kemudian lantas mengaitkan, oh dia ISIS, oh dia Taliban. Orang yang menyatakan menyinyir, itu nyinyiran orang radikal. Tidak boleh melakukan itu. Kita dudukan secara jernih dalam masalah ini," katanya.
"Benarkan pesantren mengharamkan musik. Saya ber-husnudzon bukan karena itu. Tapi para santri ingin lebih menjaga hafalannya. Saya ber-husnudzon, itu bukan karena radikal dan semacamnya," ucapnya. [rin]